Labels

Thursday, October 8, 2015

Tafsir Qur’an Karim karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus

Tafsir Qur’an Karim karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus
Oleh: Munadzir (Mahasiswa FUD IAIN Surakarta 2011)














PENDAHULUAN
Mahmud Yunus merupakan salah seorang Mufassir Indonesia yang mampu menafsirkan al-Qur’an 30 Juz lengkap. Ia tumbuh pada saat penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia merupakan hal yang diharamkan pada Ulama’ semasanya. Tindakannya yang progresif ini terbukti menyadarkan kita bahwa Tafsir bukanlah karya yang mustahil jika umat Islam benar-benar mengkaji keilmuan dan persyaratan penafsiran. Islam menjadi semakin difahami dengan adanya Tafsir-tafsir bahasa Indonesia yang bermunculan di abad 20-an. Karnanya agama merupakan salah satu upaya agar mampu meningkatkan moralitas ummat yang kini menurun. Lahirnya Tafsir masakini juga tidak luput dari upaya ulama masa lalu yang turut mengkaji dan menafsirkan al-Qur’an meskipun masih tergolong penafsiran yang gobal. Namun sejarah membuktikan bahwa eksistensi dari progresifitas ummat yang berkembang dan maju harus sebenarnya telah dimulai dari sejarah. Karenanya tiap decade dan periode hendaknya menciptakan sejarahnya sendiri khususnya Umat Islam dalam bidang terpenting yakni penafsiran al-Qur’an.


PEMBAHASAN
A.   Biografi Prof. DR. H. Mahmud Yunus
1.  Profil Mahmud Yunus
Mahmud Yunus dilahirkan dari pasangan Yunus B. incek dan hafsah binti Imam Sami’un, Mahmud Yunus lahir pada tanggal 10 februari 1899 M/30 Ramadhan 1316 H, di desa Sunggayang, Batusangkar, Sumatra Barat. Ayahnya adalah  seorang imam, sedangkan ibunya adalah anak dari Engku Gadang M.Thahir bin Ali. Ketika usianya masih balita, ayah ibunya Mahmud Yunus bercerai, ia ikut ibunya, dan hanya sekali ayahnya menjenguknya[1]. Mahmud Yunus tumbuh dikalangan keluarga yang taat beragama. Ayahnya bernama Yunus bin Incek, seorang pengajar di Surau dan Ibunya  Hafsah binti Imam Samiun adalah  anak Engku Gadang M. Tahir bin Ali, pendiri serta pengasuh surau si wilayah tersebut[2]. Meski ada yang mengatakan bahwa ayah dan Ibu Mahmud Yunus bercerai sejak balita, namun Yunus tetap antusias dalam belajar baik agama maupun umum. Yunus memulai pendidikannya dengan belajar Alquran dan bahasa Arab, yang langsung ia peroleh dari kakeknya.
Di samping mendapat pendidikan agama, Yunus juga pernah bersekolah di pendidikan sekuler, yakni di Sekolah Desa pada tahun 1908. Tahun pertama Sekolah Desa ia selesaikan hanya dalam masa 4 (empat) bulan, karena ia memperoleh penghargaan untuk dinaikkan ke kelas berikutnya. Pendidikan di Sekolah Desa hanya dijalaninya selama kurang dari tiga tahun. Sebab, pada waktu belajar di kelas empat, Yunus menunjukkan ketidakpuasannya terhadap mata pelajaran di sekolah tersebut. Karena merasa masih haus pengetahuan, Yunus lantas pindah belajar di madrasah milik H. M Thaib Umar di Tanjung Pauh Sunggayang. Madrasah ini bernama Madras School. Di sekolah ini, ia mempelajari ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, Berhitung dan Bahasa Arab. Siang hari ia belajar disana dan malam harinya mengajar di Surau kakeknya.
Di tangan Thaib Umar ini Yunus dapat mempelajari pelbagai disiplin keilmuan Islam. Selain ilmu-ilmu keagamaan yang ia dapatkan, Ia juga mewarisi semangat pembaharuan sang guru. Pada tahun 1917, Syekh H.M. Thaib Umar sakit. Karena itu, Yunus secara langsung ditugasi untuk menggantikan gurunya memimpin Madras School. Saat bersamaan, dalam rentang waktu 1917-1923, di Minangkabau tengah tumbuh gerakan pembaruan Islam yang dibawa oleh para alumni Timur Tengah. Umumnya, pembaruan Islam ini terwujud dalam dua bentuk, yakni purifikasi dan modernisasi. Para alumni Timur Tengah lebih condong dalam gerakan purifikasi, yaitu gerakan yang bertujuan untuk mengembalikan Islam ke zaman awal Islam dan menyingkirkan segala tambahan yang datang dari zaman setelahnya[3].
Tak heran hanya dalam waktu empat tahun ia telah dipercaya oleh sang Guru untuk menggantikannya mengajar bahkan mewakilinya dalam forum akbar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang. Lalu pada tahun 1920 Yunus membentuk perkumpulan pelajar Islam yang juga menerbitkan majalah al-Basyir, dan Yunus sebagai pemimpi redaksinya. Pada tahun 1924, Yunus mendapat kesempatan untuk belajar di al-azhar, Kairo-Mesir. Dalam tempo setahun ia mampu mempelajari ushul fiqh, fiqh hanafi dan tafsir. Karena kebriliannya ini ia mendapatkan Syahadah ‘alimiyah dari al-Azhar , dan menjadi orang kedua yang menyabet predikat tersebut.[4] kemudian pada tahun 1926-1930 belajar di madrasah darul ulum ulya, beliau adalah orang Indonesia yang pertama belajar disini. Beliau mengambil takhasshus tadris sampai memperoleh ijazah tadris (diploma guru)
Kemampuan mengajar yang ia miliki sejak masih belajar di Batusangkar memantabkan karier ke-guru-annya terutama setelah ia kembali dari Mesir. Secara terus menerus Mahmud Yunus mengajar dan memimpin berbagai sekolah, yakni pada al-Jami’ah al-Islamiyah Batusangkar (1931-1932), Kuliyah Mu’alimin Islamiyah Noramal Islam Padang (1932-1946), Akademi Pramong Praja di Bukit Tinggi (1948-1949), Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta (1957-1980), menjadi Dekan dan Guru Besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (1960-1963), Rektor IAIN Imam Bonjol Padang (1966-1071). Atas jasa-jasanya dibidang pendidikan ini, pada 15 Oktober 1977, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menganugerahi Mahmud Yunus Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Tarbiyah.
Selain itu Yunus juga sering berkunjung ke luar negri, baik sebagai tugas yang diberikan pemerintah kepada beliauu maupun atas undangan untuk menghadiri berbagai muktamar. Prof. DR. H. Mahmud Yunus juga banyak menulis buku, terutama buku pelajaran agama islam untuk anak-anak, termasuk pula tafsir dan terjemahan al-qur’an[5]. Pada awal tahun 1970 kesehatan Mahmud Yunus menurun dan bolak balik masuk rumah sakit. Sepanjang hidupnya, Mahmud menulis tak kurang dari 43 buku. Pada tahun 1982, Mahmud Yunus meninggal dunia.
2. Karya-karya Mahmud Yunus
Pada perjalanan hidupnya, ia telah menghasilkan buku sebanyak 82 buah meskipn sebagian menyebutkan karyanya hanya berkisar 43 buku. Dari jumlah itu, Yunus membahas berbagai bidang ilmu, yang sebagian besar adalah bidang-bidang ilmu agama Islam, seperti bidang Fiqh, bahasa Arab, Tafsir, Pendidikan Islam, Akhlak, Tauhid, Ushul Fiqh, Sejarah dan lain-lain.
Di antara bidang-bidang ilmu yang disebutkan, Yunus lebih banyak memberi perhatian pada bidang pendidikan Islam, bahasa Arab (keduanya lebih banyak memfokus pada segi metodik), bidang Fiqh, Tafsir dan Akhlak yang lebih memfokus pada materi sajian. Sesuai dengan kemampuan bahasa yang ia miliki, buku-bukunya tidak hanya ditulis dalam bahasa Indonesia, akan tetapi juga dalam bahasa Arab. Ia memulai mengarang sejak tahun 1920, dalam usia 21 tahun. Karirnya sebagai pengarang tetap ditekuninya pada masa-masa selanjutnya. Yunus senantiasa mengisi waktu-waktunya untuk menulis, dalam situasi apapun.[6]
Adapun di antara karya-karya Mahmud Yunus ialah:
1.   Tafsir al-Quran tamat 30 juz, tahun 1938.
2.   Hukum Warisan dalam Islam. untuk tingkat Aliyah.
3.   Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah.
4.   Hukum perkawinan dalam Islam, 4 Madzhab.
5.   Ilmu Mustalahul Hadist, bersama H. Mahmud Aziz.
6.   Kesimpulan isi al-Quran, untuk Muballigh-Muballigh / umum.
7.   Allah dan Makhluq-Nya, Ilmu Tauhid menurut Al-Quran.
8.   Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
9.   Pendidikan-Pendidikan Umum di Negara-negara Islam/Pendidikan Barat.
10. Ilmu Jiwa kanak-kanak, kuliyah untuk kursus-kursus.
11. Pedoman Dakwah Islamiyah, kuliyah untuk dakwah.
12. Dasar-dasar Negara Islam.
13. Juz Amma dan terjemahnya.

B.   Sekilas Tentang Tafsir al-Qur’an al-Karim
Secara singkat, aktivitas seputar Al Quran di Indonesia dirintis oleh Abdur Rauf Singkel, yang menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Melayu, pada pertengahan abad XVII. Upaya rintisan ini kemudian diikuti oleh Munawar Chalil (Tafsir Al Quran Hidayatur rahman), A.Hassan Bandung (Al-Furqan, 1928), Mahmud Yunus (Tafsir Quran Indonesia, 1935).[7] Dalam konsep Howard M. Federspiel, ia membagi  kemunculan dan perkembangan Tafsir di Indonesia dalam 3 periode. Yakni periode pertama mulai abad ke-20 ditandai dengan penafsiran terpisah-pisah, periode kedua (1960) dengan  ditandai dengan catatan kaki kemudian periode ketiga (1970) ditandai dengan penjelasan yang lebih luas dari periode kedua.[8] Karya Mahmud Yunus tetap menjadi literature yang paling popular di bandingkan karya Tafsir semasanya meskipun kemudian lahirlah karya-karya Tafsir yang lebih ilmiah.
Sedangkan dalam buku nashruddin  baidan mengelompokkan , setidaknya ada enam buah karya Tafsir yang muncul pada masa Mahmud Yunus yang berturut-turut hingga menjelang kemerdekaan Indonesia:
a.  A.Hassan Bandung (Al-Furqan, 1928)
b.  Al-Qur’an Indonesia oleh Syarikat Kweek School Muhammadiyah (1932)
c.  Tafsir Hibarna oleh Iskandar Idris (1934)
d.  Tafsir asy-Syamsiyah oleh KH. Sanusi (1935)
e.  Tafsir Al-Qur’annul karim oleh Mahmud Yunus (1938)
f.  Tafsir Qur’an Bahasa Indonesia oleh Mahmud Aziz (1942)
Jika keenam kitab tersebut diamati secara seksama maka secara umum penafsiran mereka belum terlau signifikan perkembangannya. Namun bagaimanapun karya para Ulama tersebut sangat berarti karena merupakan upaya konkrit dan sistematis dalam usaha untuk memahami al-Qur’an. Manfaat tersebut juga dapat dirasakan pada generasi-generasi setelahnya. Bila diteliti lebih lanjut lagi, dalam penafsiran yang mereka berikan secara umum masih dipengaruhi oleh budaya dan tradisi Arab sehingga budaya dan bahasa Indonesia belum terlihat secara ekplisit.[9]
Selanjutnya, Mahmud Yunus mulai menterjamahkan al-Qur’an dan diterbitkan tiga juz dengan huruf arab-melayu pada tahun 1922. Meskipun saaat itu para ulama mengharamkan penterjemahan al-Qur’an tetapi ia tetap berusaha untuk menterjemahkan al-Qur’an.[10] Pada bulan ramadhan tahun 1354 H/Desember 1935, Mahmud mulai menterjemahkan al-Qur’an serta tafsir ayat-ayat yang di anggap penting, yang kemudian dinamai dengan tafsir al-Qur’an al-Karim. Pada waktu menterjemahkan juz 7 sampai juz 18 beliau dibantu oleh almarhum H.M.K.Bakry, pada bulan april 1938 beliau menyelesaikan tiga puluh juz dan di sebar luaskan ke seluruh Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1950 dengan persetujuan menteri agama almarhum Wahid Hasyim, salah satu penerbit Indonesia hendak menerbitkan tafsir al-Qur’an al-Karim itu dengan mendapat fasilitas kertas dari menteri agama dan dicetak sebanyak 200.000 eksemplar.
Kabarnya ada bantahan dari ulama Yogyakarta, supaya diberhentikan mencetak tafsir al-Qur’an itu, bantahan itu dikirimnya kepada menteri agama  R.I. hingga membuat percetakan tidak lagi mau menerbitkan Tafsir al-Qur’anul Karim. Akhirnya di ambil alih oleh M.Baharta direktur percetahan Ma’arif Bandung, lalu dicetak dan diterbitkan sebanyak 200.000 eksemplar dan dijualnya dengan harga Rp. 21.00 per eksemplar.
Pada tahun 1953 M seorang ulama dari Jatinegara membantah pula, bantahan itu dikirimnya pada Presiden R.I. dan menteri Agama. Salinannya disampaikan kepada beliau (Mahmud Yunus) oleh kementerian agama, kemudian beliau membalas suratnya dengan panjang lebar dan mengukuhkan pendiriannya untuk tetap menerbitan Terjemah alQur’an yang merupakan Tafsir Bahasa Indonesia pertama tersebut. Tembusannya beliau kirimkan kepada Presiden R.I. dan menteri agama, akhirnya tidak ada yang mengganggu gugat lagi.
Kemudian setelah menyelesaikan percetakan itu, beliau bersama istrinya (Darisah binti Ibrahim) meneruskan usahanya dalam menerbitkan tafsir al-Qur’an al-Karim itu. Terjadi beberapa kali revisi, diantaranya ialah merevisi dari penulisan arab melayu menjadi bahasa Indonesia dengan penulisan latin sebelum kemudian tafsir al-Qur’an al-Karim diterbitkan oleh CV. Al-Hidayah.
1.   Motivasi penulisan Tafsir
Sejak kecil Mahmud Yunus telah mempelajarari berbagai displin keagaman Islam terutama bahasa Arab. Ia telah mencintai ilmu-ilmu kebahasaan dan juga menguasai metode mengajar.  Minatnya terhadap studi al-Quran serta bahasa arab telah menimbulkan hasrat besar dalam diri Mahmud Yunus untuk menulis tafsir al-Quran yang kemudian menjadi karya monumentalnya sendiri yang tetap populer sampai saat ini. Selain itu kebutuhan untuk mengajar dan menjadikan al-Qur’an aar lebih mudah dipahami oleh umat Islam di Nusantara.
Penulisan tafsir ini dimulai pada November 1922 yang dilakukan secara berangsur-angsur juz demi juz sampai dengan selesai juz ke-tiga puluh. Perlu di garis bawahi disini bahwa upaya penulisan Mahmud Yunus ketika itu, merupakan tindakan yang cukup berani disaat masih maraknya pandangan yang mengatakan bahwa haram menterjemahkan al-Quran.
2.    Sistematika Penulisan Tafsir
Kitab ini terdiri dari dua jilid yaitu pertama satu jilid tamat dari juz 1 sampai dengan 30, kedua , tiga jilid, pertama dari juz 1 sampai dengan juz 10, jilid kedua dari juz 11 sampai dengan 20, jilid ketiga dari juz 21 sampai dengan 30. Tafsir al-Quran ini sistematika penafsirannya sama seperti isi al-Quran dan terjamahan disamping kanan ayat (setiap ayat) kemudian terjemahannya dibawahnya terdapat penafsiran. Sistematika penafsiran Mahmud Yunus menafsirkan seluruh ayat sesuai susunannya dalam mushaf al-Quran ayat demi ayat, surat demi surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Naas. Maka secara sitematika penafsiran tafsir ini menempuh tartib Mushaf.
3.    Sumber-sumber tafsir al-Qur’an al-Karim:
a. Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
b. Tafsir al-Qur’an dengan hadis yang shahih
c. Tafsir al-Qur’an dengan perkataan sahabat
d. Tafsir al-Qur’an dengan perkataan tabi’in
e. Tafsir al-Qur’an dengan ilmu bahasa ‘arab bagi ahli ilmu lughah ‘arabiyyah
f. Tafsir al-Qur’an dengan ijtihad bagi ahli ijtihad.
Jadi, sumber utama penafsiran Mahmud Yunus masih tergolong bil-ma’tsur.
4.    Referensi penafsiran dari pelpagai kitab-kitab tafsir, diantaranya adalah:
a. Tafsir al-Thabary
b. Tafsir Ibn Katsir
c. Tafsir al-Qasimy
d. Fajrul Islam
e. Dhuhal Islam[11]
5.    Metode dan corak Penafsiran al-Qur’an al-Karim
Tafsir al-Quran Karim Mahmud Yunus ini menunjuk pada metode tahlili, suatu metode tafsir yagn bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dan seluruh aspeknya. Dalam tafsir Mahmud Yunus, aspek kosa kata dan penjelasan arti global tidak selalu dijelaskan. Kedua aspek tersebut dijelaskan ketika dianggap perlu[12]. Dalam pandangan Nashruddin Baidan, Tafsir Mahmud Yunus ialah ‘umum’ sebagaimana Tafsir yang tumbuh semasanya. Artinya belum ada suatu ke-khas-an yang khusus dalam Tafsirnya.
6.    Kelebihan sistematika penulisan Tafsir al-Qur’an al-Karim
a.    Terjemahan al-Qur’an disusun baru, sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia.
b.    Teks al-Qur’an dan terjemahan disusun sejajar, sehingga memudahkan pembaca untuk mencari terjemah.
c.    Keterangan-keterangan atau penafsirannya diletakkan dihalaman ayat yang bersangkutan (footnote)
d.   Keterangan-keterangan ayat ditambah dan diperluas, Mahmud Yunus juga menambahkan keterangan dan mengaitkannya dengan isu-isu kontemporer saat itu.
7.    Contoh Penafsiran
a.    Contoh penafsiran tentang ayat-ayat muqatta’ah :
"الم
Pada ayat ini para ulama mengatakan bahwa alif lam mim itu, Allah yang mengetahui maksudnya. Namun sebagiannya mengatakan ini nama surat dan surat ini mempunyai 2 nama :
1)   Alif lam mim
2)   Al-baqarah
Pada ayat-ayat yang lainnya muqatta’ah yang lain tidak didapatkan terjemahan tentang ini[13]. Penulis menyimpulkan bahwasanya Mahmud yunus berpendapat bahwa ayat-ayat sama seperti yang dikemukakan olehnya di atas.
b.    Contoh penafsiran tentang penciptaan manusia (an-nisa’ ayat 1) :
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3­/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZŽÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6ŠÏ%u ÇÊÈ  
Menurut kata ahli tafsir , bahwa diri yang satu itu adalah adam, isterinya hawa dan dari pada mereka berkembang lah manusia di atas dunia ini. Dan yang membdakan manusia dengan binatang adalah kepintaran otaknya. Dalam catatan kakinya Mahmud yunus menegaskan bahwasanya dalam ayat ini menegaskan pentingnya menjalin silaturrahmi.[14]
c.    Contoh penafsiran tentang ayat poligami (an-nisa’ayat 3) :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  
Di sini Mahmud Yunus mengatakan bahwasanya diperbolehkan untuk menikahi wanita dua, tiga, atau empat. Dengan syarat ,yang berat sekali yaitu harus berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, tentang nafkah dan gilirannya.apabila khawatir tidak brlaku adil maka hendak beristr satu saja. Hikamah yang dimaksud Mahmud yunus adalah karena laki-laki pada masa nabi lebih sedikit dari permpuan karena para suaminya yang gugur dalam peperangan, maka dari itu laki-aki diperbolehkan beristri lebih dari satu, agar ppara janda yang di tinggal mati suaninya bias di urus oleh suaminya yang kedua.
Dalam catatan kakinya Mahmud Yunus menulis “ maksud ayat ini: kalau kamu hawatir tidak dapat berlaku adi terhadap anak yatim yang perempuan dibawah penjagaanmu, jikakamu kawin dengan dia maka kawinlah dengan perempuan yang lain yang baik berdua, bertiga atau berempat. Dan apabila kamu tidaak dapat brbuat adil maka kawinah dengan satu saja, atau milikilah budak perempuan sebagai pengganti istri itu. Dengan demikian kamu tidak aniaya.[15]
d.   Contoh Tafsir Mahmud Yunus dalam surat An-Nisa’ ayat 9:
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ  
Keterangan ayat 9: “ dalam ayat ini Allah menganjurkan kepada orang tua agar memikirkan akibat anak-anaknya yang masih lemah (kecil), bila ia meninggal dunia. Sebab itu hendaklah ia bertakwa dan berusaha meninggalkan harta pusaka untuk mereka. Janganlah mewasiatkan hartanya untuk fakir miskin dan amalan sosial lebih dari mestinya, supaya tidak terlantar kehidupan anak-anaknya yang masih kecil itu. Menurut islam, berwasiat itu hukumnya sunnah, sedang mendidik anak-anak hukumnya wajib. Yang wajib harus didahulukan daripada yang sunnah. Demikian hukum islam.
e.    Contoh penafsirannya tentang ayat mutasyabihat :
Surat Thaha ayat 5 :
ß`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ  
Perkataan arsy ( tahta kerajaan ), kata ini merupakan kiasan, artinya Allah itu memerintahi alam yang luas ini. Seperti kiasa dalam bahasa Indonesia “ maka anak banginda itupun bersemayan diatas tahta ayahandanya. Maksudnya anak raja tersebut memerintah negeri menggantikan ayahnya, meskipun ia tidak sebenarnya duduk di atas tahta kerajaan tersebut. Dapat ditarik kesimpuan bahwasanya maksud dari Mahmud yunus adalah arsy adalah melambangkan betapa Allah maha menguasai dunia dan seisinya ini.[16]
KESIMPULAN
1.  Mahmud Yunus merupakan salah satu mufassir dan penulis produktif yang menulis sejak usia 21 tahun dan mengajar sejak dini. Minat dalam dunia pendidikan ini tidak hanya mengantarkannya ke berbagai daerah dan belahan dunia namun juga mempengaruhi sistem pendidikan agama Islam dimasanya hingga sekarang. Beliau adalah alah satu tokoh yang berpengaruh di Indonesia karena produktivitas tulisannya dan juga progresfitas pemikirannya.
2. Tafsir al-Qur’an al-karim merupakan penafsiran dengan corak umum dan global. Metode yang digunakannya juga tergolong tahlily. Penafsirannya masih sebatas penjelasan Al-Qur’an secara global dan belum sampai pada taraf yang khas dan khusus.

 
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashruddin Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003
Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Mufassir, Yogyajarta: Pustaka Insan Madani, 2008
Gusmian, Islah,  Khazanah Tafsir di Indonesia, Bandung: penerbit Teraju, 2003
Mohammad Herry, dkk. Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006
Yunus, Mahmud. Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969
http://menyempal.wordpress.com
luvikar.wordpress.com



[1] Herry Mohammad, dkk. Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006). Hal. 85-86
[2] Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir, (Yogyajarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hal: 197
[3] http://menyempal.wordpress.com/kajian-pemikiran/tafsir-alquran-mahmud-yunus/ di unduh pkl 12:19. 28/06/2013.
[4] Saiful Amin … hal: 198
[5] Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969). Lihat kulit depan tafsir beliau.
[6] Saiful Amin … hal: 200
[7] http://luluvikar.wordpress.com arkeologi-pemikiran-tafsir-di-indonesia/ diunduh pada Pukul 12:59 tgl. 28/06/2013
[8] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir di Indonesia, (Bandung: penerbit Teraju, 2003), hal: 65
[9] Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003) hal: 88 an 89.
[10]Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969), hal. III Pendahuluan
[11] Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969). Hal. VI pendahuluan
[12] Nashruddin Baidan … hal: 89
[13]Mahmud Yunus…. Hal. 3
[14] Mahmud Yunus…. Hal.104
[15] Mahmud Yunus…. Hal. 105
[16] Mahmud Yunus…. Hal. 448

No comments:

Post a Comment