Labels

Friday, August 9, 2013

Kajian Tafsir di Indonesia (Tafsir al-Iklil Karya KH. Misbah Mustofa)



Oleh: Arif Purnama Putra
Mahasiswa Tafsir Hadis IAIN Surakarta 2011
A.      Biografi
KH. Misbah adalah seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh, Bangilan, Tuban, Jatim. Ia dilahirkan di pesisir utara Jawa Tengah, tepatnya di kampung Sawahan, Gang Palem, Rembang tahun 1916 dengan nama Masruh. Ia lahir dari pasangan keluarga H. Zaenal Musthafa dan Khadijah. Ayahnya dikenal masyarakat sebagai orang yang taat beragama, di samping sebagai pedagang yang sukses dalam usaha menjual batik-batik yang berkualitas. Oleh karena itu, keluarga Masruh dikenal sebagai keluarga yang cukup berada secara ekonomi untuk ukuran saat itu, di saat ekonomi Indonesia umumnya sangat memperihatinkan sebagai dampak adanya imperialisme politik dan ekonomi pihak penjajah. Keberangkatan Masruh bersama orangtua dan seluruh anggota keluarga menunaikan ibadah haji merupakan Indikator yang menunjukkan kemampuan ekonomi orangtuanya. Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji tersebut, Masruh kemudian mengganti namanya dengan Misbah Musthafa.[1]


Misbah memiliki 4 saudara, yaitu Zuhdi, Maskanah, Bisri dan terakhir Misbah sendiri. Zuhdi dan Maskanah adalah putra dariistri H. Zaenal yang pertama bernama Dakilah. Dengan kata lain Ibu Misbah yang bernama Khadidjah adalah istri kedua dari H.Zaenal.[2]
Saat ayahnya meninggal, usia Misbah terhitung masih remaja. Misbah bersama saudara-saudaranya yang lain kemudian diasuh oleh kakak tirinya yang bernama Zuhdi. Oleh karena itu, meskipun orangtua Misbah “berada” tetapi Misbah sudah mengalami hidup yang memprihatinkan sejak ditinggal ayahnya. Inilah salah satu motivasi Misbah untuk selalu menulis dan menerjemahkan kitab-kitab kuning bahkan sejak dia masih berada di Pondok Pesantren. Hasil karangan dan terjemahannya kemudian ia jual untuk memenuhi kebutuhan atau biaya hidup selama belajar di Pondok Pesantren. Tradisi inilah kemudian ia kembangkan hingga wafatnya. Tidak ada waktu luang bagi Misbah kecuali ia manfaatkan untuk menulis dari tangannya kemudian lahir karyakarya tulisan dan terjemahan kitab klasik yang sangat banyak. Tradisi menulis ini yang dikembangkan oleh kakak kandungannya bernama Bisri yang lebih dikenal dengan nama lengkap Bisri Musthafa pengarang Kitab Tafsir al-Ibriz li Ma’rifati al-Qur'an al-Aziz.[3]
Meskipun Misbah dan Bisri dilahirkan di daerah yang sama namun setelah menikah mereka berpisah dan bertempat tinggal di daerah yang berbeda. Misbah pindah ke daerah Bangilan, Tuban, Jatim. Setelah menikah pada usia 31 tahun dengan Masruhah Putri dari KH. Ridhwan, seorang pengasuh Pondok Pesantren al-Balagh. Dari hasil pernikahannya Misbah di karuniai 5 orang anak, yaitu Syamsiah, Hamnah, Abdullah Badik, Muhammad Nafis, dan Ahmad Rofiq. Sementara itu Bisri pindah ke Rembang setelah menikah dengan Marfu’ah putri dari KH. Kholil Harun. Baik Misbah maupun Bisri kemudian diberi kepercayaan yang mengelola Pondok Pesantren milik mertuanya karena kecerdasan dan kemampuan yang ia miliki. Sebagai menantu dari seorang pengasuh Pondok Pesantren, Misbah mula-mula hanya ikut membantu mengajar murid-murid di Pondok Pesantern itu, khususnya mengajar kitab kuning dalam bidang kaedah bahasa Arab, tafsir hadits, fiqh dan bidang-bidang yang lain. Namun setelah KH. Ridhwan meninggal semua kegiatan Pondok Pesantren diserahkan kepada Misbah.[4]
 Selain kegiatan mengajar, menulis dan menerjemah kitab kuning Misbah juga aktif dalam kegiatan politik, motivasi Misbah dalam berpolitik adalah untuk berdakwah melalui partai atau ormas. Pertama Misbah aktif di Partai NU yang saat itu masih aktif dalam kegiatan politik. Namun karena perbedaan persepsi tentang suatu masalah keagamaan atau bukan masalah politik akhirnya Misbah keluar. Masalah tersebut terletak pada perbedaan pandangan mengenai boleh tidaknya mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Misbah menganggap BPR sebagai lembaga ekonomi yang mempraktekkan institusi riba, sehingga Misbah menganggapnya haram. Sementara NU menganggap bunga bank bukan sebagai riba sehingga tidak masalah seandainya NU mendirikannya. Perbedaan pandangan ini merupakan salah satu pemicu keluarnya Misbah dari Partai NU. (Misbah Musthafa, BPR NU dalam Tinjauan Al-Qur'an ,Tuban: t.p., 1990, hlm. 12).[5]
Setelah keluar dari Partai NU Misbah kemudian masuk lagi di Partai Masyumi, meskipun tidak lama. Ia kemudian keluar dan masuk Partai PII (Partai Persatuan Indonesia). Keikutsertaan Misbah di Partai PII juga tidak berlangsung lama karena Misbah kemudian masuk Partai Golkar. Sebagaimana sebelumnya, partisipasi Misbah di partai itu pun tidak berlangsung lama. Kemudian ia keluar dan berhenti dari kegiatan berpolitik. Masuknya Misbah ke dalam beberapa partai bertujuan untuk berdakwah. Oleh karena itu, Misbah sering berdiskusi dengan teman-teman dalam partainya terutama masalah yang sedang tren di masyarakat. Masuknya Misbah dari satu partai ke partai lain karena Misbah merasa bahwa pendapatnya tidak sesuai dengan pendapat yang dianut oleh orang-orang yang duduk di masingmasing partai. Sebagai seorang yang kuat pendiriannya dalam menghadapi perbedaan pendapat, lebih baik Misbah keluar dari satu partai dan memilih mempertahankan pendapatnya itu. Setelah pensiun dari parpol, Misbah kemudian banyak menghabiskan untuk mengarang dan menerjemahkan kitab-kitab ulama salaf karena menurutnya bahwa dakwah yang paling efektif dan bersih dari pamrih dan kepentingan apapun adalah dengan menulis, mengarang, dan menerjemah kitab.[6]
Latar belakang intelektual Misbah dimulai ketika ia mengikuti pendidikan sekolah dasar yang saat itu diberi nama SR (Sekolah Rakyat) pada usianya yang baru menginjak 6 tahun. Setelah menyelesaikan studinya Misbah kemudian melanjutkan pendidikan di PonPes Kasingan Rembang pimpinan KH. Khalil bin Harun pada tahun 1928 M. Orientasi pendidikan Misbah difokuskan untuk mempelajari ilmu gramatika bahasa Arab yang lebih dikenal dengan nama nahwu sharaf, buku-buku yang cukup familier bagi Misbah antara lain; Kitab al-Jurumiyah. Al-Imriti dan alfiyah. Bahkan pada usianya yang muda Misbah berhasil mengkhatamkan alfiyah sebanyak 17 kali. Hal ini menunjukkan keseriusan dan ketekunan Misbah dalam mempelajari nahwu sharaf. Setelah merasa paham dan matang Misbah kemudian mengkaji “Kitab Kuning” dalam berbagai disiplin ilmu-ilmu keagamaan, seperti fiqih, ilmu kalam, hadits, tafsir, dan lain-lain.[7]
Selain menimba ilmu pada KH Kholil, ia juga mengkaji ilmu-ilmu agama kepada KH. Hasyim Asy’ari untuk mempelajari kitab kuning. Kemudian pada tahun 1948, Misbah menikah dengan Masruhah dan pindah ke Bangilan Tuban, sekaligus membantu mengajar di Ponpes yang dipimpin mertuanya itu. Sudah menjadi sebuah tradisi saat itu, ketika santri (siswa PonPes) yang cukup menonjol secara intelektual akan “diperebutkan” untuk dinikahkan dengan putri kyai pengasuh PonPes. Motivasi ini pula yang melatarbelakangi keinginan KH. Ridhwan untuk menikahkan anaknya dengan Misbah. KH. Ridhwan telah melihat potensi Misbah dalam bidang akademik selain kecerdasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap ilmu yang diajarkan dengan cepat ia serap. Karena potensinya itu, KH. Ridhwan mengharapkan Misbah untuk mengurus PonPes “al-Balagh” yang ia pimpin manakala ia belum meninggal dunia. Pada awalnya Misbah merasa keberatan atas tawaran yang diberikan KH. Ridhwan untuk mengelola PonPes al-Balagh, namun karena keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya, Misbah akhirnya terpacu untuk mempelajari kitab kuning sendiri dengan bekal yang diperoleh ketika belajar di PonPes Kasingan bersama KH. Kholil maupun PonPes Jombang bersama KH. Hasyim Asy’ari.[8]
Semua materi pelajaran yang diterima Misbah, dipelajari dengan sungguh-sungguh sampai memahaminya. Motivasi Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan berdasarkan pemahamannya terhadap salah satu ayat al-Qur'an yang mengatakan bahwa setiap orang yang menginginkan sesuatu di dunia, maka Allah akan memberikannya dan begitu pula apabila orang menginginkan akhirat pasti Allah akan memberinya. Dengan semangat tersebut Misbah merasa yakin bahwa dengan mempelajari ilmu dunia secara sunggun-sungguh maka Allah akan memberi kemudahan kepadanya. Setelah mempelajari aneka ragam disiplin ilmu-ilmu keagamaan melalui sumber-sumber yang terdapat dalam kitab kuning, Misbah pun kemudian bermaksud mempelajari ilmu-ilmu agama melalui penelaahan langsung terhadap sumber primer yang berupa al-Qur'an. Dengan memahami langsung ayat-ayat al-Qur'an Misbah semakin yakin terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Kemudian pengetahuan tentang berbagai aspek ajaran Islam ini mendorongnya untuk hidup sesuai dengan ajaran tersebut. Dari situ kemudian Misbah sering berdakwah dalam satu kampung ke kampung lain untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Dengan kata lain Misbah adalah seorang mubaligh yang cukup populer saat itu. [9]
Bukan hanya itu, Misbah juga seorang qori yang pandai dalam melagukan bacaan al-Qur'an. Sebelum Misbah tampil untuk berdakwah dan berceramah seringkali Misbah tampil sebagai qori, dengan kata lain dalam satu acara tertentu seringkali Misbah tampil sebagai qori sekaligus sebagai mubaligh. Dari hasil pengamatan dan perjalanannya dari kampung ke kampung, Misbah melihat banyak sekali perilaku masyarakat yang menyimpang dari ajaran-ajaran al-Qur'an dan hadits. Hal ini mendorong Misbah untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat tentang pemahaman ayat-ayat al-Qur'an agar mereka mengerti ajaran al-Qur'an sehingga perilaku mereka tidak menyimpang. Latar belakang ini kemudian memotivasi Misbah untuk menafsirkan al-Qur'an dalam sebuah kitab yang kemudian diberi nama Taj al-Muslim dalam kitab tafsir ini kita dapat melihat bahwa Misbah memiliki kepribadian yang sangat kuat dalam memegang sebuah pendapat berdasarkan pemahamannya terhadap al-Qur'an. Meskipun pendapat yang ia kemukakan tidak sejalan dengan pandangan umum, ia tetap berpegang pada pendiriannya karena ia berkeyakinan bahwa pendapat yang ia kemukakan sesuai dengan al-Qur'an dan hadits.

B.       Karya-karya KH. Misbah bin Zaenal Musthafa
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Misbah Musthafa memiliki kualitas keilmuan yang sangat meonjol karena ingatannya yang cukup tajam, ditunjang dengan keseriusan dalam mempelajari kitab-kitab klasik serta memahami dan menghafal al-Qur'an dan hadits. Dari hasil kajiannya Misbah memperoleh landasan intelektual untuk menyelesaikan masalah berdasarkan sumber yang ia peroleh dari al-Qur'an, hadits, dan pendapat ulama 1 Wawancara dengan Putra ke-4 KH. Misbah tanggal 11 Mei 2006 di Bangilan Tuban. salaf. Bagaimanapun kesimpulannya Misbah tidak memperdulikan apakah orang-orang akan mendukung atau menolaknya. Keseriusan Misbah dalam mempelajari ilmu-ilmu keagamaan kemudian diwujudkan dengan banyak menerjemahkan kitab-kitab klasik atau kitab-kitab keagamaan. Sekitar puluhan atau bahkan ratusan yang ditulisnya, baik dalam bidang tafsir, hadits, fiqh, akhlak, balaghah, kaidah bahasa Arab, dan lain-lain antara lain:[10]
1.         Dalam bidang fiqh
a.         Al-Muhadzab terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Karunia Surabaya.
b.        Minhajul Abidin terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku Surabaya,
c.         Masail al-Faraid dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku Surabaya.
2.         Dalam bidang kaidah bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, dan Balaghah)
a.         Alfiyah Kubra dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku Surabaya.
b.        Nadham Maksud dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku Surabaya.
c.         Nadham Imrithi dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku Surabaya.
3.         Dalam bidang tafsir
a.         Taj al-Muslimin Juz I, II, III dan IV penerbit Majlis Ta’lif wa al-Khatath, Bangilan Tuban.
b.        Tafsir Jalalain terjemahan bahasa Indonesia penerbit Assegaf Surabaya.
c.         Tafsir Jalalain terjemahan bahasa Jawa penerbit Assegaf Surabaya.
d.        Tafsir al-Iklil fi Ma’ani al-Tanzil dalam bahasa Jawa dengan penerbit al Ihsan Surabaya.
e.         Tafsir surat Yasin yang ditulis dengan bahasa Jawa.
4.         Dalam bidang hadits
a.         Al-Jami al-Saghir terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Karunia Surabaya.
b.        Al-Jami al-Saghir terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf Surabaya.
c.         Tiga Ratus Hadits dalam bahasa Jawa dengan penerbit Bina Ilmu Surabaya.
5.         Dalam bidang akhlak-tasawuf
a.         Al-Hikam terjemahan bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf Surabaya.
b.        Adzkiya dalam bahasa Jawa dengan penerbit Assegaf Surabaya.
c.         Adzkiya dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Assegaf Surabaya.
6.         Dalam bidang kalam (Teologi)
a.         Tijan al-Darori terjemahan dalam bahasa Jawa dengan penerbit Balai Buku Surabaya.
b.        Syu’b al-Imam dalam bahasa Jawa dengan penerbit al-Ihsan Surabaya.
7.         Dalam bidang yang lain
a.         Nur al-Yaqin terjemahan dalam bahasa Indonesia dengan penerbit Karunia Surabaya.
b.        Minhat al-Rahman dalam bahasa Jawa dengan penerbit Menara Kudus.
c.         Khutbah Jumat dalam bahasa Jawa dengan penerbit Karya Abadi Surabaya.

C.       Latar Belakang Penulisan
KH. Misbah bin Zainil Musthafa menulis kitab tafsir al-Iklil menerangkan setiap orang Islam wajib mengakui bahwa al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci dari Allah yang wajib dijadikan tuntunan hidup oleh setiap hamba-Nya yang ada di bumi ini, dengan artian al-Qur’an menjadi imamnya (pembimbing). Orang Islam tidak boleh hidup sebagaimana hidupnya orang Kafir, Hindu, Budha atau Agama-agama lainnya. Akan tetapi harus hidup dengan tuntunan al-Qur’an, karenahal yang demikian sangat sulit mendapatkan satu dari sejuta orang yang menjadikan al-Qur’an sebagai tuntunan hidupnya secara utuh.
D.      Metode penulisan
Terdapat 3 bentuk sistematika penulisan tafsir al-Iklil diantaranya:
1.         Penulisan Ayat al qur’an dengan tarjemahan bahasa jawa menggunakan aksara pegon.
2.         Menerangkan setiap detail makna yang dikandung sebuahayat.
3.         Mengulang penjelasan makna penting yang terkandung oleh ayat di akhir pembahasan.

E.       Metodologi penafsiran dan coraknya
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an KH. Misbah bin Zainil Musthafa menerangkan ayat demi ayat secara terperinci, lugas dan  tidak bertele-tele sehingga sangat tepat di konsumsi untuk kalangan awam padaumumnya dan kalangan pesantren khususnya. Melihat cara penafsiran yang dugunakan penulis menyimpulkan bahwa tafsir al-Iklil menggunakan metode penafsiran secara tahlili. Kemudian dalam menafsirkan ayat penulis menilai penguasaan bahasa Arab yang cukup baik, hal ini di dukung dengan uraian makna kata pada aspek nahwu dan shorof, sehingga baik terjemah maupun penafsiran yang diberikan tidak keluar jauh dari makna sesungguhnya.
Buku ini terdiri dari 30 jilid, pemisahannya berbatas pada jus dalamal-Qur’an. Mengawali penjelasan dalam setiap surat pengarang tidak memberikan sebuah pengantar yang berisigambaransecaraumumsuatuayattersebut.
Penguasaan bahasa yang menonjol pada penafsiran ayat, disamping terkait dengan fikih, dan corak adabi al-Istima’I, lebih didominasi pada bahasa.
F.        Contoh penafsiran
الم (1) ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين (2)
Utawi kitab qur’an iku kitab kang penting, Tur ora’ ono’ mamang ing dalem qur’an tur dadi pitutuh marang wong kang arep ati-ati kabeh
الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلوة ومما رزقناهم ينفقون (3)
Wong kang podo percoyo, sopo alladzina kelawan kahenan samar lan podo jenengake sopo alladzina, ingsholat lan saking opo wae, kang maringi ingsun ing alladzinat podo miwaheake.
يؤمنون بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك وبالأخرة هم يوقنون (4)
Sopo alladzinaƒ lan wong, kang podo percoyo sopo alladzina kelawan opo, kang diturunake maring sira lan opo, kang di turunakiopo ma indelem sadurungi siro
Lan kelawan akherat öUtawi alladzina, iku podo ngyakinake sopo alladzina.    
أولىئك على هدى من ربهم و أولىئك هم المفلحون (5)
Utawi alladzina, iku tetepi ngatasi pitutuh, kang tetep saking pangeran ialladzina, lan utawi alladzina, iyo alladzina, iku wong kang bejjo-bejj okabeh.
a.         Dalam menafsirkan 5 ayat pertama surat al baqarah.
Kyai Misbah memulainya dengan menafsirkan aya muqata’ah “الم”. Beliau menafsirkan ayat ini dengan menggunakan perumpamaan kode yang berada dalam surat pemerintahan (No. 10/A/II/C), yang konon menurut beliau merupakan kode rahasia yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu dalam dunia tulis menulis surat dalam dunia pemerintahan. Selain itu maksud dari kode tersebut juga dilarang untuk di sebarluaskan. Ayat muqoto’ah di atas, mempunyai filosofi yang sama dengan dengan kode di atas, sehingga menurut kyai Misbah ayat-ayat tersebut hanya akan diketahui oleh allah, nabi Muhammad dan para kekasih Allah.
b.         Tafsir Ayat ke dua,
Bagi orang yang ingin hidup hati-hati Kitab al qur’an adalah kitab yang penting dan sempurna. Selain itu al qur’an merupakan petunjuk bagi jalan hidup mereka. Ada yang menarik ketika kyai Misbah menafsirkan kalimat “al muttaqin” dalam ayat kedua ini, yang mana beliau mempunyai pengertian berbeda dengan ulama’ tafsir Indonesia berbahasa jawa sebelumnya tentang kalimat ini. Seperti tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Mustofa bahwa “al muttaqin” di artikan “semua orang hendak bertaqwa”.[11] Sebagaimana disebutkan di awal paragraph beliau menafsirkan kata “al muttaqin” dengan arti “orang yang ingin hidup berhati-hati (taqwa). Beliau menghindari mengartikan kalimat tersebut dengan menggunakan arti “wong kang wis ngati-ngati” yang artinya orang yang telah berhati-hati (orang yang telah bertaqwa) dengan alasan bahwa orang yang demikian telah menjadikan al qur’an sebagai petunjuk dalam amaliyahnya untuk itu secara otomatis tidak perlu untuk dibimbing oleh al qur’an lagi. Sebagai penguat dari hujjah beliau, beliau mencantumkan sebuah kaedah  تحصيل الحاصل” yang artinya menghasilkan sesuatu yang telah dihasilkan, penafsiran seperti ini menurut kyai Misbah tidak pantas untuk di jadikan makna dari kalimat “al muttaqin” .[12]
c.         Tafsir ayat ketiga, ciri-ciri orang yang bertaqwa.
Orang yang bertakwa ialah orang-orang yang percaya kepada hal-hal yang samar, yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Seperti adanya surga, neraka dan lain-lainnya, selain itu mereka juga melaksakan sholat sesuai dengan syarat, rukun dan etika shalat. Serta menafkahkan sebagian harta yang telah aku(Allah) berikan kepada mereka.
d.        Ayat ke empat,
Dan mereka beriman (percaya) kepada kitab yang diturunkan kepadamu Muhammad (Al qur’an) dan kitab-kitab yang diturunkan sebelummu, seperti injil dan taurat, dan beriman (percaya) akan adanya hari akhir atau kiamat.
Huruf wawu pada kalimat “والذين” dalam ayat keempat di atas menunjukkan bahwa orang yang ingin hidup hati-hati (bertaqwa) itu ada dua golongan. Pertama, orang yang awalnya musyrik kemudian ia beriman kepada hal yang ghaib, dan seterusnya. Kedua, orang yahudi dan nasrani yang awalnya beriman kepada taurat dan injil kemudian ia beriman kepada al qur’an.
e.         Ayat ke lima,
Orang yang demikian itu, adalah orang-orang yang dapat petunjuk dari tuhannya dan termasuk orang-orang yang beruntung serta akan masuk surge dan selamat dari neraka.
Hudan artinya petunjuk, sebagaimana dalam lafal hudan lilmuttaqien dan juga yang berarti pertolongan di mudahkan dalam melakukan kebaikan dan perintah Allah ta’ala, seperti dalam firman ini‘alahudan min robbihim.

DAFTAR PUSTAKA

Misbah Bin Zain Mustofa, Al Iqlil Fi Ma’ani At Tanzil, (Surabaya : Al Ihsan, 1986), juz I, hal. 10
Mustofa, Bisri. Tafsir al-Ibriz fi Tafsir al-ur’an al-Aziz. Kudus: Menara Kudus, jilid 1.

Ahmad Syarofi, Penafsiran Sufi Surat al-Fatihah Dalam Tafsir Tāj al-Muslimîn dan Tafsir al-Iklîl Karya kh. Misbah Musthofa, (Skripsi) Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2008



[1] Ahmad Syarofi, Penafsiran Sufi Surat al-Fatihah Dalam Tafsir Tāj al-Muslimîn dan Tafsir al-Iklîl Karya kh. Misbah Musthofa, (Skripsi) Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2008. Bab III..
[2]  Ibid
[3]  Ibid
[4]  Ibid
[5]  Ibid
[6]  Ibid
[7]  Ibid
[8]  Ibid
[9]  Ibid
[10]  Ibid
[11] Mustofa, Bisri. Tafsir al-Ibriz fi Tafsir al-ur’an al-Aziz. Kudus: Menara Kudus, jilid 1.
[12] Misbah Bin Zain Mustofa, Al Iqlil Fi Ma’ani At Tanzil, (Surabaya : Al Ihsan, 1986), juz I, hal. 10

6 comments:

  1. mencari kitab tafsirnya itu sendiri dimana ya?

    ReplyDelete
  2. banyak mas kalo untuk kitab tafsir al-Iklil dan al-Ibriz.,, kalo saya sendiri di Solo nyari di toko Dian, pasar Klewer...
    di toko2 kitab pantura juga banyak, kendal=kaliwungu, pekalongan=asco, dll

    ReplyDelete
  3. assalamualaikum,, kitab taj al muslimin itu terjemahan tafsir apakah karya sendiri dari KH Misbah..?

    ReplyDelete
  4. kitab taj al-muslimin itu terjemahan kitab apa karya sendiri dari KH Misbah,,?

    ReplyDelete
  5. karya sendiri dengan mengambil sumber dari penafsiran kitab-kitab timur tengah.

    ReplyDelete
  6. Karya dari KH. Misbah Musthofa dengan sumber kitab-kitab tafsir timur tengah..

    ReplyDelete