Tafsir Qur’an Karim karya Prof. Dr.
H. Mahmud Yunus
Oleh: Munadzir (Mahasiswa FUD IAIN
Surakarta 2011)
PENDAHULUAN
Mahmud Yunus merupakan
salah seorang Mufassir Indonesia yang mampu menafsirkan al-Qur’an 30 Juz
lengkap. Ia tumbuh pada saat penerjemahan al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia
merupakan hal yang diharamkan pada Ulama’ semasanya. Tindakannya yang progresif
ini terbukti menyadarkan kita bahwa Tafsir bukanlah karya yang mustahil jika
umat Islam benar-benar mengkaji keilmuan dan persyaratan penafsiran. Islam
menjadi semakin difahami dengan adanya Tafsir-tafsir bahasa Indonesia yang
bermunculan di abad 20-an. Karnanya agama merupakan salah satu upaya agar mampu
meningkatkan moralitas ummat yang kini menurun. Lahirnya Tafsir masakini juga
tidak luput dari upaya ulama masa lalu yang turut mengkaji dan menafsirkan
al-Qur’an meskipun masih tergolong penafsiran yang gobal. Namun sejarah
membuktikan bahwa eksistensi dari progresifitas ummat yang berkembang dan maju
harus sebenarnya telah dimulai dari sejarah. Karenanya tiap decade dan periode
hendaknya menciptakan sejarahnya sendiri khususnya Umat Islam dalam bidang
terpenting yakni penafsiran al-Qur’an.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Prof. DR. H. Mahmud Yunus
1. Profil Mahmud Yunus
Mahmud Yunus dilahirkan dari pasangan Yunus B. incek
dan hafsah binti Imam Sami’un, Mahmud Yunus lahir pada tanggal 10 februari 1899
M/30 Ramadhan 1316 H, di desa Sunggayang, Batusangkar, Sumatra Barat. Ayahnya
adalah seorang imam, sedangkan ibunya
adalah anak dari Engku Gadang M.Thahir bin Ali. Ketika usianya masih balita,
ayah ibunya Mahmud Yunus bercerai, ia ikut ibunya, dan hanya sekali ayahnya
menjenguknya[1].
Mahmud Yunus tumbuh dikalangan keluarga yang taat beragama. Ayahnya bernama
Yunus bin Incek, seorang pengajar di Surau dan Ibunya Hafsah binti Imam Samiun adalah anak Engku Gadang M. Tahir bin Ali, pendiri
serta pengasuh surau si wilayah tersebut[2].
Meski ada yang mengatakan bahwa ayah dan Ibu Mahmud Yunus bercerai sejak
balita, namun Yunus tetap antusias dalam belajar baik agama maupun umum. Yunus
memulai pendidikannya dengan belajar Alquran dan bahasa Arab, yang langsung ia
peroleh dari kakeknya.
Di samping mendapat pendidikan agama, Yunus juga
pernah bersekolah di pendidikan sekuler, yakni di Sekolah Desa pada tahun 1908.
Tahun pertama Sekolah Desa ia selesaikan hanya dalam masa 4 (empat) bulan,
karena ia memperoleh penghargaan untuk dinaikkan ke kelas berikutnya.
Pendidikan di Sekolah Desa hanya dijalaninya selama kurang dari tiga tahun.
Sebab, pada waktu belajar di kelas empat, Yunus menunjukkan ketidakpuasannya
terhadap mata pelajaran di sekolah tersebut. Karena merasa masih haus
pengetahuan, Yunus lantas pindah belajar di madrasah milik H. M Thaib Umar di
Tanjung Pauh Sunggayang. Madrasah ini bernama Madras School. Di sekolah ini, ia
mempelajari ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, Berhitung dan Bahasa Arab. Siang hari ia
belajar disana dan malam harinya mengajar di Surau kakeknya.
Di tangan Thaib Umar ini Yunus dapat mempelajari
pelbagai disiplin keilmuan Islam. Selain ilmu-ilmu keagamaan yang ia dapatkan,
Ia juga mewarisi semangat pembaharuan sang guru. Pada tahun 1917, Syekh H.M.
Thaib Umar sakit. Karena itu, Yunus secara langsung ditugasi untuk menggantikan
gurunya memimpin Madras School. Saat bersamaan, dalam rentang waktu 1917-1923,
di Minangkabau tengah tumbuh gerakan pembaruan Islam yang dibawa oleh para
alumni Timur Tengah. Umumnya, pembaruan Islam ini terwujud dalam dua bentuk,
yakni purifikasi dan modernisasi. Para alumni Timur Tengah lebih condong dalam
gerakan purifikasi, yaitu gerakan yang bertujuan untuk mengembalikan Islam ke
zaman awal Islam dan menyingkirkan segala tambahan yang datang dari zaman
setelahnya[3].
Tak heran hanya dalam waktu empat tahun ia telah
dipercaya oleh sang Guru untuk menggantikannya mengajar bahkan mewakilinya
dalam forum akbar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang. Lalu pada
tahun 1920 Yunus membentuk perkumpulan pelajar Islam yang juga menerbitkan
majalah al-Basyir, dan Yunus sebagai pemimpi redaksinya. Pada tahun 1924, Yunus
mendapat kesempatan untuk belajar di al-azhar, Kairo-Mesir. Dalam tempo setahun
ia mampu mempelajari ushul fiqh, fiqh hanafi dan tafsir. Karena kebriliannya
ini ia mendapatkan Syahadah ‘alimiyah dari al-Azhar , dan menjadi orang kedua
yang menyabet predikat tersebut.[4]
kemudian pada tahun 1926-1930 belajar di madrasah darul ulum ulya, beliau
adalah orang Indonesia yang pertama belajar disini. Beliau mengambil takhasshus
tadris sampai memperoleh ijazah tadris (diploma guru)
Kemampuan mengajar yang ia miliki sejak masih belajar
di Batusangkar memantabkan karier ke-guru-annya terutama setelah ia kembali
dari Mesir. Secara terus menerus Mahmud Yunus mengajar dan memimpin berbagai
sekolah, yakni pada al-Jami’ah al-Islamiyah Batusangkar (1931-1932), Kuliyah
Mu’alimin Islamiyah Noramal Islam Padang (1932-1946), Akademi Pramong Praja di
Bukit Tinggi (1948-1949), Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta (1957-1980),
menjadi Dekan dan Guru Besar pada fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (1960-1963), Rektor IAIN Imam Bonjol Padang (1966-1071). Atas
jasa-jasanya dibidang pendidikan ini, pada 15 Oktober 1977, IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menganugerahi Mahmud Yunus Doctor Honoris Causa dalam Ilmu
Tarbiyah.
Selain itu Yunus juga sering berkunjung
ke luar negri, baik sebagai tugas yang diberikan pemerintah kepada beliauu
maupun atas undangan untuk menghadiri berbagai muktamar. Prof. DR. H. Mahmud
Yunus juga banyak menulis buku, terutama buku pelajaran agama islam untuk
anak-anak, termasuk pula tafsir dan terjemahan al-qur’an[5].
Pada awal tahun 1970 kesehatan Mahmud Yunus menurun dan bolak balik masuk rumah
sakit. Sepanjang hidupnya, Mahmud menulis tak kurang dari 43 buku. Pada tahun
1982, Mahmud Yunus meninggal dunia.
2. Karya-karya Mahmud
Yunus
Pada perjalanan hidupnya, ia telah menghasilkan buku
sebanyak 82 buah meskipn sebagian menyebutkan karyanya hanya berkisar 43 buku.
Dari jumlah itu, Yunus membahas berbagai bidang ilmu, yang sebagian besar
adalah bidang-bidang ilmu agama Islam, seperti bidang Fiqh, bahasa Arab, Tafsir,
Pendidikan Islam, Akhlak, Tauhid, Ushul Fiqh, Sejarah dan lain-lain.
Di antara bidang-bidang ilmu yang disebutkan, Yunus
lebih banyak memberi perhatian pada bidang pendidikan Islam, bahasa Arab
(keduanya lebih banyak memfokus pada segi metodik), bidang Fiqh, Tafsir dan
Akhlak yang lebih memfokus pada materi sajian. Sesuai dengan kemampuan bahasa
yang ia miliki, buku-bukunya tidak hanya ditulis dalam bahasa Indonesia, akan
tetapi juga dalam bahasa Arab. Ia memulai mengarang sejak tahun 1920, dalam
usia 21 tahun. Karirnya sebagai pengarang tetap ditekuninya pada masa-masa
selanjutnya. Yunus senantiasa mengisi waktu-waktunya untuk menulis, dalam
situasi apapun.[6]
Adapun di antara karya-karya
Mahmud Yunus ialah:
1. Tafsir al-Quran tamat 30 juz, tahun 1938.
2. Hukum Warisan dalam Islam. untuk tingkat
Aliyah.
3. Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah.
4. Hukum perkawinan dalam Islam, 4 Madzhab.
5. Ilmu Mustalahul Hadist, bersama H. Mahmud
Aziz.
6. Kesimpulan isi al-Quran, untuk
Muballigh-Muballigh / umum.
7. Allah dan Makhluq-Nya, Ilmu Tauhid menurut
Al-Quran.
8. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
9. Pendidikan-Pendidikan Umum di Negara-negara
Islam/Pendidikan Barat.
10. Ilmu Jiwa
kanak-kanak, kuliyah untuk kursus-kursus.
11. Pedoman Dakwah Islamiyah,
kuliyah untuk dakwah.
12. Dasar-dasar Negara
Islam.
13. Juz Amma dan
terjemahnya.
B.
Sekilas Tentang Tafsir al-Qur’an al-Karim
Secara singkat, aktivitas seputar Al Quran di
Indonesia dirintis oleh Abdur Rauf Singkel, yang menerjemahkan Al Quran ke
dalam bahasa Melayu, pada pertengahan abad XVII. Upaya rintisan ini kemudian
diikuti oleh Munawar Chalil (Tafsir Al Quran Hidayatur rahman), A.Hassan
Bandung (Al-Furqan, 1928), Mahmud Yunus (Tafsir Quran Indonesia, 1935).[7]
Dalam konsep Howard M. Federspiel, ia membagi
kemunculan dan perkembangan Tafsir di Indonesia dalam 3 periode. Yakni
periode pertama mulai abad ke-20 ditandai dengan penafsiran terpisah-pisah,
periode kedua (1960) dengan ditandai
dengan catatan kaki kemudian periode ketiga (1970) ditandai dengan penjelasan
yang lebih luas dari periode kedua.[8]
Karya Mahmud Yunus tetap menjadi literature yang paling popular di bandingkan
karya Tafsir semasanya meskipun kemudian lahirlah karya-karya Tafsir yang lebih
ilmiah.
Sedangkan dalam buku nashruddin baidan mengelompokkan , setidaknya ada enam
buah karya Tafsir yang muncul pada masa Mahmud Yunus yang berturut-turut hingga
menjelang kemerdekaan Indonesia:
a. A.Hassan Bandung (Al-Furqan, 1928)
b. Al-Qur’an Indonesia oleh Syarikat Kweek
School Muhammadiyah (1932)
c. Tafsir Hibarna oleh Iskandar Idris (1934)
d. Tafsir asy-Syamsiyah oleh KH. Sanusi (1935)
e. Tafsir Al-Qur’annul karim oleh Mahmud Yunus
(1938)
f. Tafsir Qur’an Bahasa Indonesia oleh Mahmud
Aziz (1942)
Jika keenam kitab tersebut diamati secara seksama
maka secara umum penafsiran mereka belum terlau signifikan perkembangannya.
Namun bagaimanapun karya para Ulama tersebut sangat berarti karena merupakan
upaya konkrit dan sistematis dalam usaha untuk memahami al-Qur’an. Manfaat
tersebut juga dapat dirasakan pada generasi-generasi setelahnya. Bila diteliti
lebih lanjut lagi, dalam penafsiran yang mereka berikan secara umum masih
dipengaruhi oleh budaya dan tradisi Arab sehingga budaya dan bahasa Indonesia
belum terlihat secara ekplisit.[9]
Selanjutnya, Mahmud Yunus mulai menterjamahkan
al-Qur’an dan diterbitkan tiga juz dengan huruf arab-melayu pada tahun 1922.
Meskipun saaat itu para ulama mengharamkan penterjemahan al-Qur’an tetapi ia
tetap berusaha untuk menterjemahkan al-Qur’an.[10]
Pada bulan ramadhan tahun 1354 H/Desember 1935, Mahmud mulai menterjemahkan
al-Qur’an serta tafsir ayat-ayat yang di anggap penting, yang kemudian dinamai
dengan tafsir al-Qur’an al-Karim. Pada waktu menterjemahkan juz 7 sampai juz 18
beliau dibantu oleh almarhum H.M.K.Bakry, pada bulan april 1938 beliau
menyelesaikan tiga puluh juz dan di sebar luaskan ke seluruh Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1950 dengan
persetujuan menteri agama almarhum Wahid Hasyim, salah satu penerbit Indonesia
hendak menerbitkan tafsir al-Qur’an al-Karim itu dengan mendapat fasilitas
kertas dari menteri agama dan dicetak sebanyak 200.000 eksemplar.
Kabarnya ada bantahan dari ulama Yogyakarta, supaya
diberhentikan mencetak tafsir al-Qur’an itu, bantahan itu dikirimnya kepada
menteri agama R.I. hingga membuat
percetakan tidak lagi mau menerbitkan Tafsir al-Qur’anul Karim. Akhirnya di
ambil alih oleh M.Baharta direktur percetahan Ma’arif Bandung, lalu dicetak dan
diterbitkan sebanyak 200.000 eksemplar dan dijualnya dengan harga Rp. 21.00 per
eksemplar.
Pada tahun 1953 M seorang ulama dari Jatinegara
membantah pula, bantahan itu dikirimnya pada Presiden R.I. dan menteri Agama.
Salinannya disampaikan kepada beliau (Mahmud Yunus) oleh kementerian agama,
kemudian beliau membalas suratnya dengan panjang lebar dan mengukuhkan
pendiriannya untuk tetap menerbitan Terjemah alQur’an yang merupakan Tafsir
Bahasa Indonesia pertama tersebut. Tembusannya beliau kirimkan kepada Presiden
R.I. dan menteri agama, akhirnya tidak ada yang mengganggu gugat lagi.
Kemudian setelah menyelesaikan percetakan itu,
beliau bersama istrinya (Darisah binti Ibrahim) meneruskan usahanya dalam
menerbitkan tafsir al-Qur’an al-Karim itu. Terjadi beberapa kali revisi,
diantaranya ialah merevisi dari penulisan arab melayu menjadi bahasa Indonesia
dengan penulisan latin sebelum kemudian tafsir al-Qur’an al-Karim diterbitkan
oleh CV. Al-Hidayah.
1. Motivasi penulisan Tafsir
Sejak kecil Mahmud Yunus telah mempelajarari
berbagai displin keagaman Islam terutama bahasa Arab. Ia telah mencintai
ilmu-ilmu kebahasaan dan juga menguasai metode mengajar. Minatnya terhadap studi al-Quran serta bahasa
arab telah menimbulkan hasrat besar dalam diri Mahmud Yunus untuk menulis
tafsir al-Quran yang kemudian menjadi karya monumentalnya sendiri yang tetap
populer sampai saat ini. Selain itu kebutuhan untuk mengajar dan menjadikan
al-Qur’an aar lebih mudah dipahami oleh umat Islam di Nusantara.
Penulisan tafsir ini dimulai pada November 1922 yang
dilakukan secara berangsur-angsur juz demi juz sampai dengan selesai juz
ke-tiga puluh. Perlu di garis bawahi disini bahwa upaya penulisan Mahmud Yunus
ketika itu, merupakan tindakan yang cukup berani disaat masih maraknya
pandangan yang mengatakan bahwa haram menterjemahkan al-Quran.
2. Sistematika Penulisan Tafsir
Kitab ini terdiri dari dua jilid yaitu pertama satu
jilid tamat dari juz 1 sampai dengan 30, kedua , tiga jilid, pertama dari juz 1
sampai dengan juz 10, jilid kedua dari juz 11 sampai dengan 20, jilid ketiga
dari juz 21 sampai dengan 30. Tafsir al-Quran ini sistematika penafsirannya
sama seperti isi al-Quran dan terjamahan disamping kanan ayat (setiap ayat)
kemudian terjemahannya dibawahnya terdapat penafsiran. Sistematika penafsiran
Mahmud Yunus menafsirkan seluruh ayat sesuai susunannya dalam mushaf al-Quran
ayat demi ayat, surat demi surat, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah an-Naas. Maka secara sitematika penafsiran tafsir ini menempuh
tartib Mushaf.
3. Sumber-sumber tafsir al-Qur’an al-Karim:
a.
Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
b.
Tafsir al-Qur’an dengan hadis yang shahih
c.
Tafsir al-Qur’an dengan perkataan sahabat
d.
Tafsir al-Qur’an dengan perkataan tabi’in
e.
Tafsir al-Qur’an dengan ilmu bahasa ‘arab bagi ahli ilmu lughah ‘arabiyyah
f.
Tafsir al-Qur’an dengan ijtihad bagi ahli ijtihad.
Jadi,
sumber utama penafsiran Mahmud Yunus masih tergolong bil-ma’tsur.
4. Referensi penafsiran dari pelpagai
kitab-kitab tafsir, diantaranya adalah:
a.
Tafsir al-Thabary
b.
Tafsir Ibn Katsir
c.
Tafsir al-Qasimy
d.
Fajrul Islam
e.
Dhuhal Islam[11]
5. Metode dan corak Penafsiran al-Qur’an
al-Karim
Tafsir al-Quran Karim Mahmud Yunus ini menunjuk pada
metode tahlili, suatu metode tafsir yagn bermaksud menjelaskan kandungan
ayat-ayat al-Quran dan seluruh aspeknya. Dalam tafsir Mahmud Yunus, aspek kosa
kata dan penjelasan arti global tidak selalu dijelaskan. Kedua aspek tersebut
dijelaskan ketika dianggap perlu[12].
Dalam pandangan Nashruddin Baidan, Tafsir Mahmud Yunus ialah ‘umum’ sebagaimana
Tafsir yang tumbuh semasanya. Artinya belum ada suatu ke-khas-an yang khusus
dalam Tafsirnya.
6. Kelebihan sistematika penulisan Tafsir
al-Qur’an al-Karim
a. Terjemahan
al-Qur’an disusun baru, sesuai dengan perkembangan bahasa Indonesia.
b. Teks
al-Qur’an dan terjemahan disusun sejajar, sehingga memudahkan pembaca untuk
mencari terjemah.
c. Keterangan-keterangan
atau penafsirannya diletakkan dihalaman ayat yang bersangkutan (footnote)
d. Keterangan-keterangan
ayat ditambah dan diperluas, Mahmud Yunus juga menambahkan keterangan dan
mengaitkannya dengan isu-isu kontemporer saat itu.
7. Contoh Penafsiran
a. Contoh
penafsiran tentang ayat-ayat muqatta’ah :
"الم “
Pada ayat ini para ulama mengatakan bahwa alif lam
mim itu, Allah yang mengetahui maksudnya. Namun sebagiannya mengatakan ini nama
surat dan surat ini mempunyai 2 nama :
1) Alif
lam mim
2) Al-baqarah
Pada ayat-ayat yang lainnya muqatta’ah yang lain tidak
didapatkan terjemahan tentang ini[13].
Penulis menyimpulkan bahwasanya Mahmud yunus berpendapat bahwa ayat-ayat sama
seperti yang dikemukakan olehnya di atas.
b. Contoh
penafsiran tentang penciptaan manusia (an-nisa’ ayat 1) :
$pkr'¯»t â¨$¨Z9$# (#qà)®?$# ãNä3/u Ï%©!$# /ä3s)n=s{ `ÏiB <§øÿ¯R ;oyÏnºur t,n=yzur $pk÷]ÏB $ygy_÷ry £]t/ur $uKåk÷]ÏB Zw%y`Í #ZÏWx. [ä!$|¡ÎSur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# Ï%©!$# tbqä9uä!$|¡s? ¾ÏmÎ/ tP%tnöF{$#ur 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3øn=tæ $Y6Ï%u ÇÊÈ
Menurut kata ahli tafsir , bahwa diri yang satu itu
adalah adam, isterinya hawa dan dari pada mereka berkembang lah manusia di atas
dunia ini. Dan yang membdakan manusia dengan binatang adalah kepintaran
otaknya. Dalam catatan kakinya Mahmud yunus menegaskan bahwasanya dalam ayat
ini menegaskan pentingnya menjalin silaturrahmi.[14]
c. Contoh
penafsiran tentang ayat poligami (an-nisa’ayat 3) :
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz wr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz wr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷r& 4 y7Ï9ºs #oT÷r& wr& (#qä9qãès? ÇÌÈ
Di sini Mahmud Yunus mengatakan bahwasanya diperbolehkan
untuk menikahi wanita dua, tiga, atau empat. Dengan syarat ,yang berat sekali
yaitu harus berlaku adil antara perempuan-perempuan itu, tentang nafkah dan
gilirannya.apabila khawatir tidak brlaku adil maka hendak beristr satu saja.
Hikamah yang dimaksud Mahmud yunus adalah karena laki-laki pada masa nabi lebih
sedikit dari permpuan karena para suaminya yang gugur dalam peperangan, maka
dari itu laki-aki diperbolehkan beristri lebih dari satu, agar ppara janda yang
di tinggal mati suaninya bias di urus oleh suaminya yang kedua.
Dalam catatan kakinya Mahmud Yunus menulis “ maksud
ayat ini: kalau kamu hawatir tidak dapat berlaku adi terhadap anak yatim yang
perempuan dibawah penjagaanmu, jikakamu kawin dengan dia maka kawinlah dengan
perempuan yang lain yang baik berdua, bertiga atau berempat. Dan apabila kamu
tidaak dapat brbuat adil maka kawinah dengan satu saja, atau milikilah budak
perempuan sebagai pengganti istri itu. Dengan demikian kamu tidak aniaya.[15]
d. Contoh
Tafsir Mahmud Yunus dalam surat An-Nisa’ ayat 9:
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
Keterangan ayat 9: “ dalam ayat ini Allah
menganjurkan kepada orang tua agar memikirkan akibat anak-anaknya yang masih
lemah (kecil), bila ia meninggal dunia. Sebab itu hendaklah ia bertakwa dan
berusaha meninggalkan harta pusaka untuk mereka. Janganlah mewasiatkan hartanya
untuk fakir miskin dan amalan sosial lebih dari mestinya, supaya tidak terlantar
kehidupan anak-anaknya yang masih kecil itu. Menurut islam, berwasiat itu
hukumnya sunnah, sedang mendidik anak-anak hukumnya wajib. Yang wajib harus
didahulukan daripada yang sunnah. Demikian hukum islam.
e. Contoh
penafsirannya tentang ayat mutasyabihat :
Surat
Thaha ayat 5 :
ß`»oH÷q§9$# n?tã ĸöyèø9$# 3uqtGó$# ÇÎÈ
Perkataan arsy ( tahta kerajaan ), kata ini
merupakan kiasan, artinya Allah itu memerintahi alam yang luas ini. Seperti
kiasa dalam bahasa Indonesia “ maka anak banginda itupun bersemayan diatas
tahta ayahandanya. Maksudnya anak raja tersebut memerintah negeri menggantikan
ayahnya, meskipun ia tidak sebenarnya duduk di atas tahta kerajaan tersebut.
Dapat ditarik kesimpuan bahwasanya maksud dari Mahmud yunus adalah arsy adalah
melambangkan betapa Allah maha menguasai dunia dan seisinya ini.[16]
KESIMPULAN
1. Mahmud
Yunus merupakan salah satu mufassir dan penulis produktif yang menulis sejak
usia 21 tahun dan mengajar sejak dini. Minat dalam dunia pendidikan ini tidak
hanya mengantarkannya ke berbagai daerah dan belahan dunia namun juga
mempengaruhi sistem pendidikan agama Islam dimasanya hingga sekarang. Beliau
adalah alah satu tokoh yang berpengaruh di Indonesia karena produktivitas
tulisannya dan juga progresfitas pemikirannya.
2. Tafsir al-Qur’an al-karim merupakan penafsiran
dengan corak umum dan global. Metode yang digunakannya juga tergolong tahlily.
Penafsirannya masih sebatas penjelasan Al-Qur’an secara global dan belum sampai
pada taraf yang khas dan khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, Nashruddin Perkembangan Tafsir al-Qur’an di
Indonesia, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003
Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Mufassir,
Yogyajarta: Pustaka Insan Madani, 2008
Gusmian, Islah,
Khazanah Tafsir di Indonesia, Bandung: penerbit Teraju, 2003
Mohammad Herry, dkk. Tokoh-tokoh Islam Yang
Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani Press, 2006
Yunus, Mahmud. Tafsir al-Qur’an al-Karim, Jakarta:
PT.Hidakarya Agung,1969
http://menyempal.wordpress.com
luvikar.wordpress.com
[1] Herry Mohammad, dkk. Tokoh-tokoh
Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006). Hal. 85-86
[2] Saiful Amin Ghofur, Profil Para
Mufassir, (Yogyajarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hal: 197
[3]
http://menyempal.wordpress.com/kajian-pemikiran/tafsir-alquran-mahmud-yunus/ di
unduh pkl 12:19. 28/06/2013.
[4] Saiful Amin … hal: 198
[5]
Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969). Lihat
kulit depan tafsir beliau.
[6] Saiful Amin … hal: 200
[7]
http://luluvikar.wordpress.com arkeologi-pemikiran-tafsir-di-indonesia/
diunduh pada Pukul 12:59 tgl. 28/06/2013
[8] Islah Gusmian, Khazanah Tafsir
di Indonesia, (Bandung: penerbit Teraju, 2003), hal: 65
[9] Nashruddin Baidan, Perkembangan
Tafsir al-Qur’an di Indonesia, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003)
hal: 88 an 89.
[10]Mahmud
Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969), hal. III
Pendahuluan
[11]
Mahmud Yunus. Tafsir al-Qur’an al-Karim, (Jakarta: PT.Hidakarya Agung,1969).
Hal. VI pendahuluan
[12] Nashruddin Baidan … hal: 89
[13]Mahmud Yunus…. Hal. 3
[14] Mahmud Yunus…. Hal.104
[15] Mahmud Yunus…. Hal. 105
[16] Mahmud Yunus…. Hal. 448
No comments:
Post a Comment