Oleh: Hasanal Khuluqi
Mahasiswa Tafsir Hadis IAIN Surakarta 2011
PENDAHULUAN
Al-Qur’an al-Karim yang
berfungsi sebagai Hudan dalam memperdalam pemahaman dan penghayatan
tentang Islam dan merupakan pelita yang dapat menerangi berbagai persoalan
hidup. Bahasanya yang demikian mempesona, redaksi dan mutiara pesan-pesannya yang
demikian agung telah meluluhkan kalbu, Masyarakat berdecak kagum walaupun nalar sebagian mereka
menolaknya. Namun dewasa ini, masyarakat hanya berhenti dalam pesona bacaan
seakan akan kitab suci diturunkan hanya untuk dibaca.
Adalah
kewajiban para ulama untuk memperkenalkan al-Qur’an dan menyuguhkan pesan-pesan
yang tersimpan dalam kedalaman mutiara untaian kalimatnya. Dan menjelaskan
nilai-nilai tersebut sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga al-Qur’an
dapat benar benar berfungsi sebagaimana mestinya. Mufassir juga dituntut untuk
menghapus kesalahpahaman terhadap al-Qur’an, kandungan ayat-ayatnya dan
pesan-pesannya agar dapat diterima dan diterapkan sepenuh hati dalam kehidupan
pribadi dan masyarakat.
Di
indonesia penulisan kitab tafsir telah dmulai sejak abad XVI dan masih
berlanjut hingga sekarang, setiap penafsiran pada abad yang berbeda akan
menghasilkan corak penafsiran yang berbeda pula. Pada kesempatan kali ini
penulis ingin membahas secara global tentang tafsir sufi karya Jalaludin Rahmat
yang di erbeitkan pada tahun1999, tafsir ini sendiri memiliki corak penafsiran
yang berbeda dengan tafsir al-qur’an pada umumnya sehingga menarik untuk dikaji
lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Pengarang
Jalaluddin Rahmat, populer dengan
panggilan kang Jalal, lahir di Bandung pada tanggal 29 Agustus 1949. Berasal
dari keluarga terdidik terutama dalam bidang agama Islam. Sebagaimana dikutip
oleh penuis dari www.referensimakalah.com, Jalaluddin Rahmat pernah
mengatakan, “Saya dilahirkan dalam keluarga Nahdiyyin (orang-orang NU). Kakek
saya punya pesantren di Puncak Bukit Cicalengka. Ayah saya pernah ikut serta
dalam pejuangan gerakan keagamaan untuk menegakkan syariat Islam. Begitu
bersemangatnya, beliau sampai meninggalkan saya pada waktu kecil untuk bergabung
bersama para pecinta syariat. Saya lalu berangkat ke kota Bandung untuk belajar
di SMP.”
Ayahnya meninggalkan lemari buku yang
dipenuhi oleh kitab-kitab berbahasa Arab. Dari buku-buku (kitab) peninggalan
ayahnya itulah, beliau bertemu dengan Ihya Ulum al-Din, karya imam
al-Ghazali. Ia begitu terguncang sehingga seperti (dan mungkin memang) gila. Ia
meninggalkan SMA-nya dan berkelana menjelajah ke beberapa pesantren di Jawa
Barat. Pada masa SMA itu pula ia bergabung dengan kelompok Persatuan Islam (Persis)
dan aktif masuk dalam kelompok diskusi yang menyebut dirinya Rijalul Ghad atau
pemimpin masa depan.
Pada saat yang sama, Jalaluddin Rahmat
juga bergabung dengan Muhammadiyah, dan dididik di Darul Arqam Muhammadiyah dan
pusat pengkaderan Muhammadiyah. Dari latar belakang itu ia sempat kembali ke
kampung untuk memberantas bid’ah, khurafat dan takhayul.
Tapi yang ia berantas adalah perbedaan fikih antara Muhammadiyah dan fikih NU
orang kampungnya. Misi hidupnya waktu itu adalah rumuskan singkat: menegakkan
misi Muhammadiyah dengan Memuhammadiyahkan orang lain. Bahkan suatu ketika
membuang beduk dari masjid di kampungnya, karena itu dianggap bid’ah.
Dalam posisinya sebagai dosen, ia
memperoleh beasiswa Fulbright dan masuk Iowa State University. Ia mengambil
kuliah Komunikasi dan Psikologi. Tetapi ia lebih banyak memperoleh pengetahuan
dari perpustakaan universitasnya. Berkat kecerdasannya Ia lulus dengan predikat
magna cum laude. Karena memperoleh 4.0 grade point average, ia terpilih menjadi
anggota Phi Kappa Phi dan Sigma Delta Chi.
Pada tahun 1981, ia kembali ke Indonesia
dan menulis buku Psikologi Komunikasi. Ia merancang kurikulum di fakultasnya,
memberikan kuliah dalam berbagai disiplin, termasuk Sistem Politik Indonesia.
Kuliah-kuliahnya terkenal menarik perhatian para mahasiswa yang diajarnya. Ia
pun aktif membina para mahasiswa di berbagai kampus di Bandung. Ia juga
memberikan kuliah Etika dan Agama Islam di ITB dan IAIN Bandung, serta mencoba
menggabungkan sains dan agama.
Jalaluddin Rahmat meninggalkan kampus
tempatnya mengajar dan melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke kota Qum,
Iran, untuk belajar Irfan dan filsafat Islam dari para Mullah tradisional, lalu
ke Australia untuk mengambil studi tentang perubahan politik dan hubungan
internasional dari para akademisi moderen di ANU (Australia's national
university). Dari ANU inilah ia meraih gelar Doktornya.
Di Fakultas ilmu Komunikasi, UNPAD. Ia
juga mengajar di beberapa perguruan tinggi lainnya dalam Ilmu Komunikasi,
Filsafat Ilmu, Metode Penelitian, dll. Secara khusus ia pun membina kuliah
Mysticism (Irfan/ Tasawuf) di Islamic College for Advanced Studies (ICAS),
Paramadina University, yang ia dirikan bersama almarhum Prof. Dr. Nurcholis
Madjid, Dr. Haidar Bagir, dan Dr. Muwahidi sejak tahun 2002.
Sebagai aktifis ia membidani dan menjadi
Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) yang kini
sudah mempunyai hampir 100 Pengurus Daerah (tingkat kota) di seluruh Indonesia
dengan jumlah anggota sekitar 2,5 juta orang. Ia juga menjadi pendiri Islamic
Cultural Center (ICC) Jakarta bersama Dr. Haidar Bagir dan Umar Shahab.
Dengan latar belakang keluarga,
pendidikan, sekaligus sosial budaya yang terurai seperti di atas secara umum
pemikiran Jalaluddin Rahmat dapat dikategorikan dalam beberapa aspek. Mulai
dari aspek bidang pendidikan, fikih, komunikasi, sosial, sampai pada tasawuf
seperti karya-karyanya yang mencakup beberapa aspek.
Jalaluddin Rahmat membentuk dan aktif
dalam lembaga-lembaga modern seperti Yayasan Paramadina Jakarta, Pusat Kajian
Tasawuf dengan nama Yayasan Tazkiya Sejati. Lalu pada 2004 Kang Jalal juga
mendirikan dan memimpin satu forum lagi yang khusus bergerak di bidang kajian
tasawuf, yaitu Kajian Kang Jalal (KKJ) yang pernah bermarkas di Gedung
Bidakara, Jakarta.
Berikutnya, tahun 2003 mendirikan
ICAS-Paramadina dan mendirikan Islamic Cultural Center (ICC), sejak tahun 2004
ia membina LSM OASE dan Bayt Aqila dan aktif membina Badan Perjuangan Kebebasan
Beragama dan Berkepercayaan (BPKBB), sebuah forum dialog. silaturahmi dan
kerjasama atak tokoh-tokoh pemimpin agama-agama dan aliran kepercayaan di
Indonesia. Terakhir sejak Agustus 2006 Ia membina The Jalal-Center for
Enlightenment (JCE) di Jakarta.
Selain aktif berdakwah, Kang Jalal juga
mengisi seminar keagamaan di berbagai tempat, mengajar di Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, ICAS-Paramadina & ICC Jakarta dan UNPAD
Bandung, Jalaluddin Rahmat menyisihkan waktu untuk mengisi pengajian rutin
(Kuliah Ahad Pagi) di Masjid al-Munawarah, masjid di dekat rumah yang jama’ahnya
sudah dibina sejak tahun 1980-an.
Jalaluddin Rahmat merupakan muballig
yang ilmuwan, tokoh pembaharu islam, pendidik dan tokoh pembaharu. Selain itu
dia juga seorang penulis yang produktif. Beliau mampu menulis beberapa cabang
ilmu, diantaranya adalah tashawuf, kandungan al-Quran dan Hadits, sosial,
komunikasi, fikih, dan laian sebagainya. Sebagaian karya-karyanya dibuat dalam
rangka menjawab tantangan dan paham paradigma yang beliau anggap keliru.
Di antara karya Jalaluddin Rahmat, baik
yang sudah diterbitkan maupun yang disampaiakn kepada para mahasiswa dan masyarakat
adalah sebagai berikut:
Psikologi
Komunikasi (1985)
Islam
Alternatif (1986).
Islam
Aktual (1991),
Renungan-Renungan
Sufistik (1991).
Retorika
M oderen (1992)
Catatan
Kang Jalal (1997).
Reformasi
Sufistik (1998).
Jalaluddin
Rakhmat Menjawab Soal-Soal Islam Kontemporer (1998).
Meraih
Cinta Ilahi: Pencerahan Sufistik (1999).
Tafsir
Sufi Al-Fâtihah (1999).
Rekayasa
Sosial: Reformasi Atau Revolusi? (1999).
Rindu
Rasul (2001).
Dahulukan
Akhlak Di Atas Fikih (2002).
Psikologi
Agama (2003)
Meraih
Kebahagiaan (2004)
Belajar
Cerdas Berbasiskan Otak (2005).
Memaknai
Kematian (2006)
Islam
dan Pluralisme, Akhlak Al-Quran dalam Menyikapi Perbedaan (2006).
B. Latar Belakang Penulisan Tafsir
Pada kata pengantar, Jalaludin telah
menyinggung tentang posisi tafsir sufi dalam dunia akademis, beliau memulai
pembahasan dengan keadaan tafsir sufi pada masa Abu Abdurrahman as-Sulami dan
as-Syaikh al-Akbar ibnu Arabi yang tafsirnya kurang diterima atau mendapat respon
negatif dari para ulama pada masanya, karena tafsirnya dianggap menyimpang dari
islam da al-qur’an. Dari beberapa pembahasan dalam kata pengantar buku , penulis
menyimpulkan bahwa salah satu latar belakang ia menulis Tafsir al-Fatihah
adalah untuk memberikan suasana yang baru dalam tafsir yang bercorak sufistik, serta
menjelaskan tentang ta’wil batiniyah yang menyebabkan tafsir sufi
dianggap sesat dan menyesatkan. Sehingga para pembaca tidak asal menuduh tafsir
yang bercorak sufistik adalah sesat atau berbicara terlalu jauh dari batas
islam dan al-Qur’an.
C. Sistematika Penulisan, Metode dan Corak Penafsiran
Pada kitab tafsir ini Jalaludin memulai
penulisannya dengan menjelaskan pengertian tafsir dan ta’wil, hal tersebut
terlihat jelas pada bab pertama dalam kitab tafsir in. jalaludin membedakan
antara tafsir dan ta’wil, yang mana menurut definisi beliau tafsir adalah
penjelasan tentang al-qur’an dengan merujuk pada keterngan dalam al-qur’an atau
penjelasan dalam hadis, atau pernyataan para sahabat dan tabiin (tafsir bil
ma’tsur) atau dengan berusaha menemukan makna yang tepat melalui penelitian
yang benar (tafsir bil ra’yi). Sedangkan ta’wil memiliki dua makna yang
membedakannya dengan tafsir. Pertama, ta’wil itu mengalihkan makna yang
meragukan pada makna yang meyakinkan dan menentramkan. Kedua, ta’wil adalah
makna batiniyah, disamping makna utama atau lahiriyah. Pada bab selanjutnya
Jalaludin membahas tentang fadhilah surat al-fatihah, tafsir isti’adzah
dan kasykul.
Setelah penulis membaca isi kitab tafsir
ini, penulis menyimpulkan bahwa kitab tafsir ini menggunakan metode maudlu’I,
sedangkan untuk corak penafsirannya adalah sufi. Dalam menjelaskan tafsrinya
beliau banyak mengambil hadis dari ahlul bait.
D. Isi dan Pembahasan Tafsir Sufi al-Fatihah
Sebagaimana yang tertera pada back
cover kitab ini merupakan muqaddimah tafsir al-Fatihah. Mungkin
itulah sebab mengapa pembahasan kitab ini tidak menafsirkan surat al-fatihah
sebagaimana mestinya. Ia memaparkan nama-nama
lain surat al-fatihah seperti ummul kitab, ummul qur’an yang berarti
surat ini mencakup semua rahasia yang tinggi, yang menjadi tujuan paling utama
dan dicari seorang hamba. Sab’al-matsani yang diambildari kata sab’ yang
berarti tujuh: mengacu pada tujuh ayat al-fatihah, al-matsani yang
berarti berulangulang karena berkali-kali dibaca dalam lima waktu sholat. Surat
al-hamd, disebut demikian karena karena banyak surat dalam al-qur’an
dikenal dengan surat pertamanya; misalnya surat thaha, yasin dan
lain-lain. Surat ad-du’a disebut demikian karena dalam al-fatihah
terdapat permohonan hamba yang lemah kepada tuhan yang maha perkasa, serta
dialog antara pecinta dan yang dicintainya. surat as-syifa, disebut
demikian karena sebuah hadis menyebutkan bahwa al-fatihah dapt mnyembuhkan
orang yang tersengat kalajengking.
Setelah menjelskan nama-nama lain surat
al-fatihah, jalaludin membahas tentang fadhilah atau keutamaan surat
al-fatihah, yang antara lain adalah:
- Lebih baik dari kesenangan duniawi
- Turun langsung dari arsy tuhan
- Keistimewaan bagi umat Rasulullah SAW
- Besar pahala bagi pembacanya
- Shalat tidak sah tanpa membaca al-fatihah
- Memberikan pengampunan dan perlindungan
- Memberikan kesembuhan untuk berbagai penyakit
Selanjutnya Jalaludin membahas tentang ist’adzah
atau yang sering disebut ta’awudz, meskipun tidak termasuk dalam
surat al-fatihah dan bukan bagian dari al-qur’an, tetapi kita diperintahkan
untuk membacanya sebelum membaca al-qur’an. Menurut ibn Qayyim sebagaimana
dikutip Jalaludin,beberapa alasan beristi’adzah atau berlindung dari setan
sebelum membaca al-qur’an adalah, pertama, al-qur’an adalah obat untuk
penyakit hati, untuk menghilangkan apa yang dimasukkan setan kedalamnya berupa
keraguan, dorongan nafsu dan kemauan buruk, tuhan memerintahkan agar kita
mengusir sumber penyakit dan mengosongkan hati daripadany, sehingga ketika obat
datang hati dalam keadaan kosong dengan begitu khasiat al-qur’an bisa diserap
secara maksimal, kedua, al-qur’an adalah sumber petunjuk, ilmu dan
kebaikan dalam hati, al-qur’an adalah air yang menumbuhkan tanaman dan setan
adalah api yang membakar tanaman, setiap kali setan melihat tumbuhnya kebaikan
dalam hati manusia maka setan berusaha membakarnya. Ketiga, para
malaikat suka mendekati para pembaca al-qur’an dan mendengarkan bacaanya. Keempat,
setan berusaha menarik pembaca al-qur’an dengan tipuan dan rekayasa
sehingga ia berpaling dari al-qur’an. Kelima, karena Allah senang
mendengar qari’ yang sedang bermunajat kepada Allah dengan membaca
firman-firmanNYA. Keenam, karena setan selalu berusaha mengganggu para
pembaca al-qur’an dengan mengacaukan pikiran dan hati mereka. Ketujuh, ketika
manusia sedang memperhatikan kebaikan atau sedang melakukanya, setan sangat
ingin untuk memutuskan perhatiannya itu. Kedelapan, kerena beristi’adzah
sebelum qira’at adalah tanda dan ciri bahwa yang akan dibaca adalah al-qur’an.
Karena itu isti’adzah tidak pernah dibaca sebelum apapun selain al-qur’an.
Adapun
beberapa keutamaan Isti’adzah adalah:
- Menghindarkan pertengkaran
- Sebagai dzikir pagi dan petang
- Menjauhkan diri dari setan
- Do’a masuk rumah
- Do’a bangun dari mimpi buruk
- Do’a perlindungan bagi anak-anak
- Do’a diatas mimbar
- Mematahkan punggung setan
Setelah banyak membahas tentang
keutamaan ist’adzah. Jalaludin menjelaskan tentang lima rukun isti’adzah,
yaitu: isti’adzah yang berarti memohon perlindungan, penjagaan,
dan pertolongan, ada tiga syarat untuk melakukan isti’adzah yaitu pengetahuan,
keadaan, dan perbuatan. Al-muta’idz adalah orang-orang yang
melakukan isti’adzah, yaitu kita semua sebagai hamba Allah; melakukan
isti’adzah hukumnya wajib karena diperintahkan oleh tuhan dan dicontohkan oleh
rasulnya. Al-musta’idz bihi adalah berlindung kepada Allah dengan
menggunakan kalimat Allah. Al-musta’idz minhu, memohon
perlindungan dari segala sesuatu yang mendatangkan kesengsaraan dan kerusakan
kepada kita. Fima yasta’dzu lahu: dengan beristi’adzah kita ingin
mengumpulkan kebaikan dari pemilik kebaikan dan menghindari keburukan yang
berasal dari sumber keburukan.
Pada setiap akhir pembahasan Jalaludin
menuliskan kasykul yang berisi catatan tambahan seperti hadis dan nasehat yang
ditulis dengan rima, khasiat surat al-fatihah dan bermacam-macam isti’adzah
yang digunakan oleh ahlul bait.
BAB III
PENUTUP
Jika diamati tafsir
sufi karya jalaludin ini tidak menafsirkan ayat-ayat al-qur’an seperti pada
umumnya, karena jalaludin baru memberi muqaddimah untuk tafsir
al-fatihah. Namun, banyak ilmu yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan
sehari-hari, terutama untuk masyarakat awam. Adanya kasykul dalam setiap akhir
pembahasan dapat memperkaya wawasan pembca kitab tafsir sufi al-fatihah.satu
hal yang penulis simpulkan, bahwa kitab tafsir ini tidak dimaksudkan untuk para
ulama dan akademisi. Buku ini ditujukan untuk semua orang yang melihat al-Qur’an
sebagai petunjuk praktis untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Daftar
Pustaka
Baidan,
Nasrudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005
Rahmat, Jalaludin. Tafsir
Sufi al-Fatihah. Mukaddimah. Bandung: Rosda. 1999
http://www.referensimakalah.com/2013/01/biografi-jalaluddin-rahmat.html.
diakses pada tanggal 12 Mei 2013
No comments:
Post a Comment