Outline dalam Karya Tulis Ilmiah
Oleh: Khoerul Anam
BAB
I
PENDAHULUAN
Bahasa
Indonesia telah diakui dan diangkat sebagai bahasa nasional sejak tercetusnya
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Maka masalah bahasa Indonesia
adalah masalah nasional yang pembinaan dan pengembangannya dilakukan secara nasional.
Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia bukan hanya tanggung jawab
pemerintah saja, melainkan perlu peran serta masyarakat sebagai pemakainya.[1]
Fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan berhubungan
erat dengan fungsinya sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional untuk
kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional dan untuk
kepentingan pelaksanaan pemerintahan.[2]
Mengingat
fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia serta pentingnya pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia, maka pengajaran bahasa Indonesia memegang
peranan yang penting, di mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi,
karna itu menjadi tombak penilaian kualitas dan kuantitas dari hasil karya anak
bangsa yang nantinya akan menjadi penerus bangsa.
Pada
kesempatan ini kami akan membahas cara menyusun karya ilmiah dengan topik outline
yang mana adalah lanjutan dari pertemuan-pertemuan sebelumnya yang telah
membahas mengenai ragam bahasa baku, bahasa yang baik dan benar, kesalahan
dalam berbahasa, diksi, paragraf, topik, tema, dan judul.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Outline
Istilah
outline ada yang menyebutnya ragangan atau kerangka karangan. Pada
umumnya para penulis pertama-tama harus membuat sebuah bagan atau rencana
tulisan yang setiap kali dapat mengalami perubahan perbaikan dan penyempurnaan
sehingga mencapai bentuk yang lebih sempurna. Untuk membuat perencanaan yang
matang semacam itu diperlukan sebuah metode yang teratur, sehingga pada waktu
mennyusun bagian dari topik-topik yang akan digarap itu dapat dilihat hubungan
yang jelas antara satu bagian dengan
bagian yang lain, bagian mana yang sudah baik dan bagian mana yang masih
memerlukan penyempurnaan. Metode yang biasa dipakai untuk maksud tersebut
disebut kerangka karangan atau outline.
Gorys Keraf dalam bukunya “ Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa”
mengatakan bahwa kerangka karangan atau outline adalah suatu rencana
kerja yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap.
Sedang menurut Drs. Sukari Tamsir M.pd. dalam bukunya “Bahasa Indonesia
Pengantar Penulisan Karya Ilmiah” kerangka karangan adalah batas-batas
materi atau gagasan yang harus dituangkan dalam sebuah karangan. Dengan
pengertian tersebut maka outline berisi materi atau ide yang seharusnya
dituangkan dalam sebuah karangan sesuai dengan judul atau topiknya. Materi atau
ide-ide yang tidak masuk lingkup topik atau judul tidak boleh dimasukkan dalam outline.
B.
Manfaat
Outline
Outline
akan membantu setiap penulis untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak
perlu dilakukan atau secara rinci dapat dikatakan bahwa outline dapat
membantu penulis dalam hal-hal berikut:
1. Isi
karangan sesuai dengan topik dan tujuan. Seluruh ide sudah tertampung dalam
karangan dan tidak kemasukan ide yang seharusnya tidak relevan sehingga seluruh
isi karangan berisi bahasan yang menjawab topik dan tujuan.
2. Isi
karangan tersusun secara logis dan sistematis. Apabila outline disusun
secara logis dan sistematis, maka akan terjalin timbal-balik antara
gagasan-gagasan penulis yang tepat dan teratur, membantu penulis untuk melihat gagasan-gagasan
dalam sekilas pandang, sehingga dapat dipastikan apakah susunan dan hubungan
timbal-balik antara gagasan-gagasan itu sudah tepat, baik, dan harmonis dalam
perimbangannya serta menunjukkan alur pikir yang logis dan satu sama lain
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan.
3. Menghindari
pembahasan sebuah topik sampai dua kali atau lebih. Berdasarkan outline,
topik-topik disusun secara urut dan tidak akan ada yang diulang. Ada
kemungkinan suatu bagian perlu dibicarakan dua kali atau lebih sesuai dengan
kebutuhan tiap bagian dari karangan itu, namun penggarapan suatu topik sampai
dua kali atau lebih tidak perlu. Karena hal itu hanya akan membawa efek yang
tidak menguntungkan, misalnya: bila penulis tidak sadar betul maka pendapatnya
mengenai topik yang sama pada bagian yang terdahulu lain, sedangkan pada bagian
kemudian bertentangan dengan yang terdahulu. Hal ini tidak dapat diterima ,
bahwa dalam satu karangan yang sama terdapat pendapat yang bertentangan satu
sama lain. Di sisi lain menggarap topik lebih dari satu kali hanya membuang
waktu, tenaga, dan materi. Kalau memang tak dapat dihindari maka penulis harus
menetapkan pada bagian mana topik tadi harus diuraikan, sedangkan bagian yang
lain cukup dengan menunjuk kembali kepada bagian yang lain tadi. [3]
4. Memudahkan
penulis untuk mencari materi pembantu. Dengan mempergunakan perincian-perincian
dalam outline penulis dengan mudah akan mencari data-data atau
fakta-fakta untuk memperjelas atau membuktikan pendapatnya.
5. Memudahkan
penulis untuk menyusun karangan. Topik-topik yang akan dibahas sudah dituangkan
dalam bab-bab, sub-subbab, atau topik-topik bawahannya. Sehubungan dengan hal
itu penulis tidak harus menyusun karangan urut dari bab yang harus didahulukan
sampai bab terakhir, tetapi bisa menyusun berdasarkan bab-bab atau sub-subbab
yang dikuasai mengingat bahan (data, informasi, dsb.) atau acuan yang sudah
tersedia. Jadi, penulis bisa saja menyelesaikan Bab III dulu sebelum
menyelesaikan Bab II. [4]
6. Memudahkan
pembaca mengetahui garis besar isi keseluruhan karangan. Outline
merupakan miniatur dari sebuah karangan. Jika pembaca ingin memahami
bagian-bagian atau ide-ide tertentu dapat melihat bagian-bagian outline.
Jika pembaca ingin mengetahui masalah yang diinginkan apakah terdapat dalam
buku atau tidak, dapat melihat outline.
Menurut
Gorys Keraf, terlepas dari besar kecilnya outline yang dibuat, tiap outline
yang baik harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:
1. Pengungkapan
maksud harus jelas.
2. Tiap
unit dalam outline hanya mengandung satu gagasan.
3. Pokok-pokok
dalam outline harus disusun secara logis.
4. Harus
mempergunakan pasangan simbol yang konsisten.
D.
Macam-macam
Outline
Menurut
Gorys Keraf, macam-macam karangan tergantung dari dua parameter yaitu:
berdasarkan sifat perinciannya, dan kedua berdasarkan perumusan teksnya.
1. Berdasarkan
perinciannya, yang dilakukan pada suatu outline, maka dapat dibedakan
menjadi outline sementara (non-formal) dan outline formal.
a. Outline sementara (non-formal)
Outline
sementara merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang
terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan
perombakan-perombakan yang dianggap perlu. Karena outline ini hanya
bersifat sementara, maka tidak perlu disusun secara terperinci. Outline
sementara biasanya hanya terdiri dari pengungkapan maksud dan pokok-pokok
utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk menggarap sebuah outline
sementara dapat berupa topik yang tidak kompleks, atau karena penulis segera
menggarap karangan itu.
b. Outline formal
Outline
yang bersifat formal biasanya timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan
digarap bersifat sangat kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi
penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.
Proses perencanaan sebuah kerangka
formal mengikuti prosedur yang sama seperti kerangka non-formal. Pengungkapan
maksud dirumuskan dengan tepat dan cermat, kemudian dipecah-pecah menjadi
bagian-bagian bawahan yang dikembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya.
Tiap sub-bagian dapat diperinci lebih lanjut menjadi bagian-bagian yang lebih
kecil, sejauh diperlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas-jelasnya.
Dengan perincian yang sekian banyak, sebuah outline bisa mencapai lima
atau enam tingkat perincian. Suatu pengungkapan maksud yang diperinci minimal
atas tiga tingkat perincian sudah dapat disebut outline formal.
Supaya tingkatan-tingkatan yang ada
jelas kelihatan hubungannya satu sama lain, maka dipergunakan pula
simbol-simbol yang konsisten bagi tingkatan yang sederajat. Tanda atau simbol
itu harus ditempatkan sekian macam sehingga mudah dilihat, misalnya seperti di
bawah ini:
PENGUNGKAPAN
MAKSUD/TESIS: ………………………………
PENDAHULUAN
…………………………………………………….
I.
……………………………………………………………………..
A.
………………………………………………………………….
1.
………………………………………………………………
a.
…………………………………………………………...
(1)
………………………………………………………...
(2)
………………………………………………………...
b.
……………………………………………………………
(1)
………………………………………………………..
(2)
………………………………………………………..
2.
……………………………………………………………...
a.
…………………………………………………………..
(1)
……………………………………………………….
(2)
………………………………………………………
b.
………………………………………………………….
B ………………………………………………………………..
1.
…………………………………………………………………...
a.
………………………………………………………….
(1)
………………………………………………………
(2)
………………………………………………………
b.
………………………………………………………….
2.
……………………………………………………………..
a.
………………………………………………………….
b.
………………………………………………………….
(1)
……………………………………………………….
(2)
……………………………………………………….
c.
…………………………………………………………..
II.
……………………………………………………………………
dst.
III.
………………………………………………………………
dst.
2.
Berdasarkan perumusan teksnya, sesuai dengan
cara merumuskan teks dalam tiap unit dalam sebuah outline, maka outline
dapat dibedakan menjadi outline kalimat dan outline topik.
a. Outline Kalimat
Kerangka
kalimat atau outline kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk
merumuskan tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan
unit-unit utama dan unit-unit bawahannya. Penggunaan kerangka kaliamat atau
outline kaliamat mempunyai beberapa manfaat antara lain:
1) Ia
memaksa penulis untuk merumuskan dengan topik yang akan diuraikan, serta perincian-perincian
tentang topik itu.
2) Perumusan
topik-topik dalam tiap unit akan tetap jelas, walaupun telah bertahun-tahun. Penulis masih sanggup
mengikuti rencana aslinya walaupun baru digarap bertahun-tahun kemudian.
3) Kalimat
yang dirumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapapun, seperti bagi
pengarangnya sendiri.
b. Outline Topik
Kerangka
topik dimulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap. Sesudah
itu semua pokok, baik pokok-pokok utama maupun pokok-pokok bawahan, dirumuskan
dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang
lengkap. Kerangka topik dirumuskan dengan mempergunakan kata. Sebab itu
kerangka topik tidak begitu jelas dan cermat seperti kerangka kalimat. Kerangka
topik manfaatnya kurang bila dibandingkan dengan kerangka kalimat, terutama
jika tenggang waktu antara perencanaan kerangka karangan itu dengan penggarapannya
cukup lama. Kerangka topik mengikuti persyaratan yang sama seperti sebuah
kerangka kalimat, misalnya dalam pembagiannya. Penggunaan simbol-simbol,
sub-ordinasinya, dan sebagainya.
E.
Penerapan
Penyusunan Outline
Suatu outline
yang baik tidak sekali dibuat. Penulis selalu akan berusaha menyempurnakan
bentuk yang pertama, sehingga bisa diperoleh bentuk yang lebih baik, demikian
seterusnya. Untuk itu dapat dikemukakan beberapa langkah yang perlu diikuti,
terutama bagi mereka yang baru mulai menulis. Langkah-langkah ini tidak mutlak
harus diikuti oleh penulis-penulis yang sudah mahir.
Langkah-langkah sebagai tuntunan yang harus diikuti
adalah sebagai berikut:[6]
1. Rumusan
tema yang jelas berdasarkan suatu topik dan tujuan
yang akan dicapai melalui topik tadi. Tema yang dirumuskan untuk kepentingan
suatu outline harus berbentuk tesis
atau pengungkapan maksud.
2. Mengadakan
inventarisasi topik-topik bawahan yang dianggap merupakan perincian dari tesis
atau pengungkapan maksud tadi. Dalam hal ini penulis boleh mencatat
sebanyak-banyaknya topik-topik yang terlintas dalam pikirannya, dengan tidak
perlu langsung mengadakan evaluasi terhadap topik-topik tadi.
3. Penulis
berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada langkah kedua
di atas. Evaluasi tersebut dapat dilakukan dalam beberapa tahap sebagai
berikut:
a. Pertama: apakah
semua topik yang tercatat mempunyai pertalian (relevansi) langsung dengan tesis
atau pengungkapan maksud. Bila ternyata sama sekali tidak ada hubungan maka
topik tersebut dicoret dari daftar di atas.
b. Kedua:
semua topik yang masih sangat dipertahankan kemudian dievaluasi lebih lanjut.
Apakah ada dua topik atau lebih yang sebenarnya merupakan hal yang sama, hanya dirumuskan
dengan cara yang berlainan. Bila ternyata dapat kasus yang semacam itu maka
harus diadakan perumusan baru yang mencakup semua topik tadi.
c. Ketiga, evaluasi
lebih lanjut ditunjukkan kepada persoalan, apakah semua topik itu sama
derajatnya, atau ada topik yang sebenarnya merupakan bawahan atau perincian
dari topik yang lain. Bila ada masukkanlah topik bawahan itu ke dalam topik
yang dianggap lebih tinggi kedudukannya. Bila topik bawahan itu hanya ada satu usahakan
dilengkapi dengan topik-topik bawahan yang lain.
d. Keempat, ada
kemungkinan bahwa ada dua topik atau lebih yang kedudukannya sederajat, tetapi
lebih rendah dari topik-topik yang lain. Bila terdapat hal yang demikian, maka
usahakanlah untuk mencari satu topik yang lebih tinggi yang akan membawahi
topik-topik tadi.
4. Untuk
mendapatkan sebuah outline yang
sangat terperinci maka langkah kedua dan ketiga dikerjakan berulang-ulang untuk
menyusun topik-topik yang lebih rendah tingkatannya.
5. Sesudah
semuanya siap masih harus dilakukan langkah yang terakhir, yaitu menentukan
sebuah pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua perincian dari
tesis atau pengungkapan maksud sebagai yang telah diperoleh dengan
mempergunakan semua langkah diatas. Dengan pola susunan tersebut semua
perincian akan disusun kembali sehingga akan diperoleh sebuah outline yang baik.
Untuk memperoleh suatu susunan outline yang teratur biasanya dipergunakan beberapa cara atau tipe
susunan. Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis. Pola
alamiah dari suatu outline biasanya
didasarkan atas urutan-urutan kejadian, atau urutan-urutan tempat atau ruang.
Sebaliknya pola logis walaupun masih ada sentuhan dengan keadaan yang nyata,
tetapi lebih dipengaruhi oleh jalan pikiran manusia yang menghadapi persoalan
yang tengah digarap itu.
1. Pola
Alamiah
Susunan
atau pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit outline sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan
alamiah itu didasarkan pada ketiga (atau keempat) dimensi dalam kehidupan
manusia: atas-bawah, melintang-menyebrang, sekarang-nanti, dulu-sekarang,
timur-barat, dan sebagainya. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi
menjadi tiga bagian utama, yaitu:
a. urutan berdasarkan
waktu (urutan kronologis), yaitu: urutan yang didasarkan
pada runtunan atau tahap-tahap kejadian. Sering suatu peristiwa hanya akan
menjadi penting bila dilihat dalam rangkaian dengan peristiwa-peristiwa
lainnya. Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga
merupakan satu-satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah. Sering,
terutama dalam menjelaskan suatu proses, urutan ini merupakan cara yang
esensil.
b. urutan berdasarkan
ruang (urutan spasial), yaitu: urutan ruang atau urutan
spasial menjadi landasan yang paling penting, bila topik yang diuraikan mempunyai
pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat. Urutan ini terutama
digunakan dalam tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif.
c. urutan
berdasarkan topik yang ada, yaitu: suatu pola peralihan yang
dapat dimasukkan dalam pola alamiah adalah urutan berdasarkan topik yang ada.
Suatu barang, hal, atau peristiwa sudah dikenal dengan bagian-bagian tertentu.
Untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian-bagian
itu harus dijelaskan berturut-turut dalam kerangka itu, tanpa mempersoalkan
bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas
bagian-bagiannya itu.
2. Pola Logis
Tanggapan
yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap
persoalan, mampu dituang dalam suatu susunan atau urutan logis. Urutan logis
sama sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya,
tetapi erat dengan tanggapan penulis. Macam-macam urutan logis yang dikenal
adalah:
a. Urutan klimaks
dan anti klimaks, urutan ini timbul sebagai tanggapan
penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan
posisi yang paling tinggi kedudukannya. Bila posisi yang paling penting itu
berada pada akhir rangkaian maka urutan ini disebut klimaks. dalam urutan klimaks pengarang menyusun bagian-bagian dari
topik itu dalam suatu urutan yang semakin meningkat kepentingannya, dari yang
paling rendah kepentingannya, bertingkat-tingkat naik hingga mencapai ledakan
pada akhir rangkaian. Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti
klimaks. Penulis memulai sesuatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan
berangsur-angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukannya atau
kepentingannya.
b. Urutan kausal,
urutan ini mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat dan urutan akibat
ke sebab. Pada pola yang pertama suatu masalah dianggap sebagai sebab, yang
kemudian dilanjutkan dengan perincian-perincian yang menelusuri akibat-akibat
yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah.
Sebaliknya, bila suatu masalah dianggap sebagai akibat, yang dilanjutkan dengan
perincian-perincian yang berusaha mencari sebab-sebab yang menimbulkan masalah
tadi, maka urutannya merupakan akibat-sebab.
c. Urutan pemecahan
masalah, urutan pemecahan masalah ini dimulai dari suatu
masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas
masalah tersebut.
d. Urutan
umum-khusus, urutan ini terdiri dari dua corak
yaitu dari umum ke khusus atau dari khusus ke umum. Urutan yang bergerak dari
umum ke khusus pertama-tama memperkenalkan kelompok-kelompok yang paling besar
atau yang paling umum, kemudian menelusuri kelompok-kelompok khusus atau kecil.
Urutan khusus-umum merupakan kebalikan dari urutan diatas. Penulis memulai
uraiannya mengenai hal-hal yang khusus kemudian meningkat kepada hal-hal yang
umum yang mencakup hal-hal yang khusus tadi. Atau memulai membicarakan
individu-individu kemudian kelompok-kelompok.
e. Urutan
familiaritas, urutan ini dimulai dengan mengemukakan
sesuatu yang sudah dikenal, kemudian berangsur-angsur pindah kepada hal-hal
yang kurang dikenal. Secara logis memang agak ganjil jika pengarang mulai
menguraikan sesuatu yang tidak dikenalnya. Bila pembaca tidak memahami
persoalannya sejak awal, maka ia tidak akan melanjutkan pembacaannya.dalam
keadaan-keadaan tertentu. Cara ini misalnya diterapkan dengan mempergunakan
analogis. Mula-mula diuraikan hal yang diketahui, kemudian diuraikan hal yang
akan diperkenalkan dengan menunjukkan kesamaan-kesamaan dengan hal yang pertama
tadi.
f. Urutan
akseptabilitas, urutan ini mirip dengan urutan
familiaritas. Bila urutan familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau
hal sudah dikenal atau tidak oleh pembaca, maka urutan ini mempersoalkan apakah
suatu gagasan diterima atau tidak oleh para pembaca. Apakah suatu pendapat disetujui
atau tidak oleh para pembaca. Sebab sebelum menguraikan gagasan yang mungkin
ditolak oleh pembaca, penulis harus mengemukakan gagsan-gagasan yang kiranya
dapat diterima oleh pembaca dan sekaligus gagasan-gagasan itu menjadi landasan
pula bagi gagasan yang mungkin akan ditolak (yang akan diajukan oleh penulis
untuk pembaca).
BAB
III
PENUTUP
Secara singkat dapat dikatakan kerangka karangan atau outline adalah suatu cara kerja yang
memuat garis-garis besar dari suatu kerangka yang akan digarap. Sebuah kerangka
karangan atau outline mengandung
rencana kerja, memuat ketentuan-ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus
diperinci dan dikembangkan. Kerangka karangan atau outline menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur. Serta
memungkinkan seorang penulis membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan-gagasan
tambahan. Perlu ditegaskan disini bahwa seseorang tidak akan mencapai kemahiran
ini dengan sekali mempelajari prinsip-prinsip sebagai telah dikemukakan di atas.
Ia harus mengadakan latihan secara terus-menerus, harus melalui perkembangan
dari tahap yang satu ke tahap yang lain. Melalui kegagalan-kegagalan dan
akhirnya bangun kembali dari kekecewaannya untuk pada akhirnya mencapai apa yang
diharapkan.
[1] Sukari Tamsir, Bahasa
Indonesia Pengantar Penulisan Karya Ilmiah, (Surakarta : Puri Media, 2002),
h. 1
[2] Sukari Tamsir, ibid., h. 8
[3] Gorys Keraf, Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran
Bahasa. (Ende: Nusa Indah,2001), h. 133-134
[4] Sukari Tamsir, op.cit.,
h. 86
[5] Gorys Keraf, op.cit., h. 152-155
[6] Gorys Keraf, ibid., h. 135-136
[7] Gorys Keraf, ibid., h. 136-142
No comments:
Post a Comment